Pendanaan Infrastruktur Nasional: Sri Mulyani Tekankan Kebutuhan Investasi Swasta dan BUMN

Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar dalam membiayai pembangunan infrastruktur yang ambisius. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur untuk periode 2025-2029 mencapai angka fantastis, yaitu Rp 10.151 triliun. Angka ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan konektivitas, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di seluruh Indonesia.

Namun, kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Sri Mulyani menjelaskan bahwa APBN hanya mampu menanggung sekitar 40 persen dari total kebutuhan investasi infrastruktur. Pemerintah pusat hanya mampu menyediakan 23 persen dari total kebutuhan atau sekitar Rp 2.335 triliun, sementara pemerintah daerah menyumbang 17 persen atau sekitar Rp 1.725 triliun. Dengan demikian, selisih pendanaan yang signifikan harus dicari dari sumber-sumber lain.

Untuk mengatasi kesenjangan pendanaan ini, pemerintah berharap pada kontribusi signifikan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta. Pemerintah menargetkan BUMN dan sektor swasta masing-masing dapat menyumbang 30 persen dari total kebutuhan investasi, atau sekitar Rp 3.044 triliun. Hal ini memerlukan upaya keras untuk menarik minat investor swasta dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Sri Mulyani menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, BUMN, sektor swasta, dan mitra internasional. Ia juga menyoroti perlunya mekanisme pendanaan yang inovatif untuk memobilisasi sumber daya yang diperlukan. Tantangan eksternal seperti ketegangan geopolitik, fragmentasi ekonomi global, dan risiko perubahan iklim juga menjadi perhatian serius yang dapat mempengaruhi pembangunan infrastruktur.

Sri Mulyani mengingatkan bahwa infrastruktur adalah konsumen utama bahan baku dunia, mencapai sekitar 60 persen. Oleh karena itu, keberlanjutan harus diintegrasikan ke dalam setiap tahap siklus hidup infrastruktur, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Hal ini mencakup penggunaan material yang ramah lingkungan, praktik konstruksi yang efisien energi, dan desain yang mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang.

Selain tantangan pendanaan, pemerintah juga menghadapi tekanan fiskal lainnya. Kementerian Keuangan melaporkan defisit APBN sebesar Rp 21 triliun hingga akhir Mei 2025. Meskipun defisit ini lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pemerintah tetap berupaya menjaga defisit dalam batas aman.

Defisit APBN hingga Mei 2025 setara dengan 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah menggunakan defisit APBN sebagai instrumen counter-cyclical untuk mengimbangi tekanan ekonomi yang terjadi. Hingga Mei 2025, pendapatan negara mencapai Rp 995,3 triliun, sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 1.016,3 triliun.

Untuk mencapai target pembangunan infrastruktur yang ambisius, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menarik investasi swasta, meningkatkan efisiensi belanja negara, dan mengelola risiko fiskal dengan hati-hati. Keberhasilan pembangunan infrastruktur akan menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.