Pro dan Kontra Rumah Subsidi 18 Meter: Perspektif Pekerja Milenial Jakarta

Rencana pemerintah untuk membangun rumah subsidi seluas 18 meter persegi menuai beragam respons dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja milenial di Jakarta. Hunian dengan ukuran tersebut dianggap kurang ideal, meskipun menyasar segmen pekerja lajang di perkotaan. Beberapa pekerja milenial yang menjadi responden memberikan pandangan yang beragam mengenai konsep rumah subsidi ini.

Ruang yang Terbatas untuk Fleksibilitas Masa Depan

Zulfikar Ali Husein, seorang pekerja milenial di Jakarta Selatan, mengungkapkan keraguannya terhadap rumah subsidi berukuran 18 meter persegi. Ia berpendapat bahwa ukuran tersebut lebih cocok untuk individu yang belum berkeluarga. Menurutnya, ruang akan terasa semakin sempit jika dihuni oleh lebih dari satu orang. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa konsep ini mungkin menarik bagi mereka yang benar-benar mandiri dan masih lajang.

"Kalau untuk gue yang masih single ya itu sih sangat tertarik sih sebenarnya, karena belum banyak buntut lah, belum ada istri, belum ada anak, maksudnya untuk single yang benar-benar sendiri gitu ya," ujarnya.

Namun, Zulfikar juga mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang. Ia lebih memilih rumah subsidi dengan ukuran yang lebih luas, bahkan jika saat ini masih lajang. Baginya, rumah adalah tempat tinggal untuk masa depan, dan ia ingin memiliki ruang yang cukup untuk mengakomodasi perubahan dalam hidupnya. Meskipun tidak tertarik untuk menempati rumah subsidi 18 meter persegi, ia membuka kemungkinan untuk mengambil KPR dan menjadikannya sebagai investasi, misalnya dengan menyewakannya sebagai kos-kosan.

Integrasi Transportasi dan Kenyamanan Menjadi Kunci

Ahmad Riyadi, pekerja milenial lainnya, menyoroti pentingnya integrasi transportasi dan kenyamanan dalam konsep rumah subsidi. Menurutnya, pembangunan rumah subsidi 18 meter persegi akan menjadi menarik jika terintegrasi dengan transportasi umum dan kawasan urban. Aksesibilitas ke bus, LRT, KRL, dan transportasi publik lainnya menjadi faktor penting dalam memilih tempat tinggal.

"Pasti orang beli rumah itu catatannya kenyamanan, keamanan, aksesibilitas gitu kan. Kalau rumah itu nyamannya dari mana? Kemudian nanti aksesibilitas masih belum tau kan? ini rumah yang dibangun gimana, kalau nanti rumahnya dibangunnya di daerah-daerah Tangerang?"

Selain itu, Riyadi menekankan pentingnya kenyamanan dan keamanan dalam hunian. Tanpa gangguan, penghuni dapat tinggal dengan nyaman dan tenang. Dengan konsep seperti itu, rumah subsidi yang tengah digodok pemerintah berpotensi menarik minat anak muda di perkotaan. Namun, Riyadi sendiri tidak tertarik dengan tawaran rumah subsidi 18 meter persegi karena ukurannya yang terlalu kecil untuk keluarganya.

Pro dan Kontra: Pertimbangan Utama Pekerja Milenial

Dari kedua perspektif tersebut, terlihat bahwa pekerja milenial mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk membeli rumah subsidi. Ukuran, fleksibilitas, aksesibilitas, kenyamanan, dan potensi investasi menjadi pertimbangan utama. Konsep rumah subsidi 18 meter persegi mungkin menarik bagi sebagian pekerja lajang yang mencari hunian mandiri. Namun, bagi mereka yang mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang dan keluarga, ukuran tersebut dianggap kurang ideal. Integrasi transportasi dan kenyamanan menjadi faktor penentu dalam menarik minat anak muda di perkotaan terhadap rumah subsidi.