Empat Pulau Kembali ke Aceh: Presiden Prabowo Akhiri Perselisihan Wilayah yang Berlarut-larut
Polemik berkepanjangan mengenai kepemilikan empat pulau yang terletak di antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemui titik terang. Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, secara resmi dikembalikan ke pangkuan Provinsi Aceh berdasarkan keputusan pemerintah pusat.
Keputusan penting ini diumumkan setelah rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Rapat yang berlangsung secara daring tersebut menjadi babak akhir dari sengketa wilayah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah-langkah administratif untuk merevisi keputusan sebelumnya yang sempat memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara.
Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, yang dikenal luas dengan sapaan Mualem, menyambut baik keputusan ini. Ia menyampaikan rasa syukur dan harapannya agar keputusan ini dapat mempererat hubungan baik antara Aceh dan Sumatera Utara. "Keputusan ini mengakhiri perdebatan panjang," ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga hubungan baik sebagai tetangga. "Untuk Sumatera Utara dan Aceh, kita bertetangga. Jadilah bertetangga yang baik," kata Mualem.
Senada dengan Mualem, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, juga menyampaikan apresiasinya kepada Presiden atas penyelesaian sengketa ini. Bobby Nasution juga menekankan pentingnya menjaga kerukunan antar daerah. "Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden. Sebagai daerah bertetangga, jangan mau dikompor-kompori. Mari bertetangga yang baik," ungkap Bobby Nasution.
Sengketa kepemilikan keempat pulau ini bermula sejak tahun 2008. Saat itu, tim nasional pembakuan nama rupabumi melakukan pemetaan dan verifikasi yang berujung pada dimasukkannya pulau-pulau tersebut ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil pada saat itu melayangkan protes terhadap hasil pemetaan tersebut. Namun, protes tersebut tidak membuahkan hasil.
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 pada tahun 2022 bahkan semakin mempertegas status pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara. Revisi yang dilakukan pada tahun yang sama juga tidak mengubah status quo tersebut.
Namun, fakta-fakta sejarah dan bukti-bukti kepemilikan yang diajukan oleh Pemerintah Aceh akhirnya menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan terbaru ini. Penelitian yang dilakukan oleh tiga dosen Politeknik STIA LAN Jakarta pada tahun 1965 menemukan bukti kuat yang menunjukkan kepemilikan pulau-pulau tersebut oleh Teuku Daud bin Teuku Radja Udah. Penelitian tersebut mengungkap bahwa pulau-pulau tersebut disewakan kepada petani dari Tapanuli Tengah untuk kegiatan perkebunan.
Selain itu, kesepakatan bersama yang dibuat pada tahun 1992 juga menunjukkan bahwa Pemerintah Aceh secara aktif melakukan pembangunan fasilitas di pulau-pulau tersebut. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak tercatat melakukan investasi atau pembangunan apapun di wilayah tersebut.
Dengan keputusan terbaru ini, diharapkan kedua provinsi dapat menjalin hubungan yang lebih harmonis dan saling menguntungkan di masa depan. Mualem dan Bobby Nasution sepakat untuk terus menjaga komunikasi yang baik dan membangun kerjasama yang konstruktif demi kemajuan bersama.