Pembahasan RUU KUHAP Ditargetkan Rampung di Tingkat Pemerintah dalam Pekan Ini
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menyatakan optimisme bahwa pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di tingkat pemerintah akan mencapai titik final pada pekan ini. Fokus utama dalam penyusunan DIM ini adalah penerapan prinsip keadilan restoratif serta peningkatan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Saya yakin RUU KUHAP dapat diselesaikan di tingkat pemerintah dalam minggu ini," ujar Supratman di kantor Kemenkumham, Jakarta, pada Selasa (17/6/2025).
Menurutnya, perubahan, revisi, atau penyusunan DIM RUU KUHAP akan lebih mengedepankan dua aspek penting: keadilan restoratif dan perlindungan HAM secara maksimal. Menkumham mempersilakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melaksanakan proses yang diperlukan dalam membahas RUU KUHAP ini. Berbagai kementerian dan instansi terkait juga telah memberikan masukan kepada Kemenkumham.
"Jika di Parlemen, mereka ingin melibatkan partisipasi masyarakat, itu sepenuhnya hak mereka," lanjutnya.
Salah satu poin krusial dalam RUU KUHAP ini adalah komitmen terhadap perlindungan HAM, yang diwujudkan melalui pendampingan hukum bagi tersangka sejak tahap penyelidikan. Supratman menjelaskan bahwa pemerintah sepakat proses pendampingan oleh penasihat hukum dapat dimulai sejak tingkat penyelidikan.
Selain itu, RUU KUHAP juga menekankan penguatan keadilan restoratif. Meskipun terdapat beberapa perubahan kecil dalam hubungan antara penyidik dan penuntut, perubahan tersebut tidak bersifat substantif dan tidak mengganggu tugas dan fungsi pokok masing-masing institusi.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, menyampaikan bahwa revisi KUHAP ditargetkan selesai pada Desember 2025. DPR akan segera membahas RUU KUHAP begitu memasuki masa sidang.
"Kami berharap dapat menyelesaikan revisi KUHAP pada Desember 2025, karena KUHP baru akan berlaku pada 2026. Jika KUHP sudah baru tetapi hukum acara pidananya masih menggunakan produk lama, tentu tidak sinkron dan dapat menimbulkan kekhawatiran bagi para pencari keadilan," kata Nasir.
Menjelang masa sidang, Nasir mengatakan bahwa pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan aktivis dan lembaga terkait. Komisi III DPR telah menggelar rapat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk membahas revisi KUHAP.
"Kami akan melibatkan pihak-pihak yang kami anggap memiliki kepentingan dan pengetahuan yang relevan, seperti Peradi, LPSK, dan organisasi mahasiswa yang memiliki minat dalam hukum acara pidana. Kami sangat berharap revisi ini dapat diselesaikan tahun ini. Hukum acara pidana sebelumnya disahkan pada Desember 1981. Kami berharap sejarah dapat terulang, dan RUU KUHAP yang baru dapat disahkan pada Desember 2025," pungkasnya.
Beberapa poin penting dalam RUU KUHAP yang baru meliputi:
- Penerapan prinsip keadilan restoratif
- Peningkatan perlindungan terhadap HAM
- Pendampingan hukum bagi tersangka sejak tahap penyelidikan
Revisi KUHAP ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.