Sengketa Empat Pulau: Dokumen Tahun 1992 Ungkap Kesepakatan Batas Wilayah Aceh dan Sumatera Utara
Polemik terkait kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) memasuki babak baru. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan keberadaan dokumen kesepakatan yang ditandatangani pada tahun 1992, yang mengatur batas wilayah kedua provinsi tersebut. Dokumen ini menjadi bukti penting dalam menentukan status administratif Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Menurut Mendagri, kesepakatan tahun 1992 tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 111 Tahun 1992. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan antara Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar. Kesepakatan tersebut mendasarkan penentuan batas wilayah pada peta topografi yang diterbitkan oleh TNI Angkatan Darat pada tahun 1978.
Upaya Pencarian Dokumen Asli
Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa setelah polemik kepemilikan pulau mencuat, pihaknya segera memerintahkan jajaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk menelusuri keberadaan dokumen kesepakatan tersebut.
"Saya memerintahkan jajaran Kemendagri, sedapat mungkin mencari surat itu, karena logika kita, kalau ditandatangani dua dan disaksikan oleh satu, harusnya ada tiga-tiganya ada arsip. Kita bicara arsip tahun 92, 32 tahun yang lalu," kata Tito.
Usaha pencarian arsip membuahkan hasil dengan ditemukannya salinan Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992 di pusat arsip Kemendagri. Meskipun dokumen asli kesepakatan antara kedua gubernur tidak ditemukan, keberadaan Kepmendagri ini dianggap memperkuat bukti historis yang diajukan oleh Pemerintah Aceh.
Kepmendagri Sebagai Bukti Pengakuan
Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992 menjadi bukti pengakuan dan pengesahan terhadap kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua gubernur pada tahun 1992. Hal ini sekaligus melegitimasi klaim Aceh atas keempat pulau yang menjadi sengketa.
"Dan ini tertanggal 21/11/1992 di arsipnya sini. Dokumen ini kenapa penting, dokumen ini menunjukkan bahwa adanya semacam pengakuan meng-endorse bahwa kesepakatan antara gubernur di tahun 1992 itu, fotokopi tadi benar adanya, jadi menjadi legalisasi bahwa kesepakatan itu terjadi," tutur Tito.
Revisi Kepmendagri dan Keputusan Presiden
Dengan berpegang pada dasar hukum tersebut, Kemendagri kemudian merevisi Kepmendagri 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Revisi ini mengembalikan status administratif keempat pulau tersebut ke wilayah Aceh, yang sebelumnya sempat dialihkan ke Sumatera Utara.
Keputusan ini semakin diperkuat dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa pemerintah, berdasarkan dokumen yang ada, menetapkan keempat pulau tersebut secara administratif masuk ke wilayah Aceh.
- Pulau Panjang
- Pulau Lipan
- Pulau Mangkir Gadang
- Pulau Mangkir Ketek
Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh."