Fenomena Melukai Diri Mengkhawatirkan di Singapura: Studi Ungkap 25% Remaja Pernah Melakukannya
Kesehatan Mental Remaja Singapura dalam Sorotan: Studi Ungkap Fakta Mengejutkan
Sebuah studi baru-baru ini mengungkapkan kekhawatiran mendalam tentang kesehatan mental remaja di Singapura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari empat remaja di negara tersebut dilaporkan pernah melakukan tindakan melukai diri sendiri setidaknya sekali dalam hidup mereka. Temuan ini menyoroti prevalensi Non-Suicidal Self-Injury (NSSI) atau perilaku melukai diri tanpa niat bunuh diri di kalangan generasi muda Singapura.
NSSI didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja untuk melukai diri sendiri, termasuk cutting (mengiris kulit), membakar diri, memukul diri sendiri, atau tindakan lain yang menyebabkan cedera fisik. Penelitian ini menemukan bahwa usia rata-rata pertama kali remaja melakukan NSSI adalah 14 tahun. Pada laki-laki, terdapat peningkatan kedua dalam perilaku ini sekitar usia 18 tahun.
Detail Temuan Penelitian:
- NSSI Berulang: 11,6% responden melaporkan melakukan NSSI berulang, yang didefinisikan sebagai setidaknya lima kejadian melukai diri sendiri.
- Metode yang Umum: Cutting adalah metode yang paling umum digunakan, dengan 13,5% remaja mengaku pernah melakukannya. Metode lain yang umum meliputi menggaruk, memukul diri sendiri, dan membenturkan kepala ke benda keras.
Studi ini, yang dipublikasikan pada bulan Maret, menggunakan data dari National Youth Mental Health Study yang melibatkan 2.600 peserta berusia 15 hingga 35 tahun. Studi nasional ini dilakukan oleh Institute of Mental Health (IMH).
Dr. Swapna Verma, Ketua Dewan Medis di IMH, menekankan bahwa NSSI bukanlah gangguan mental, melainkan sering kali merupakan indikasi dari masalah yang lebih mendalam. Remaja mungkin menggunakan NSSI sebagai mekanisme coping (penanganan) untuk mengatasi emosi yang luar biasa atau tekanan yang tidak dapat mereka atasi dengan cara yang lebih sehat.
"Bagi sebagian orang, tindakan ini memberikan kelegaan sementara dari perasaan yang kuat, seperti kesedihan, kemarahan, kecemasan, atau mati rasa. Yang lain mungkin menggunakannya untuk mengkomunikasikan tekanan," jelas Dr. Verma.
Penelitian ini juga menyoroti beberapa faktor risiko yang terkait dengan perilaku melukai diri sendiri. Remaja berusia 15 hingga 29 tahun dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah lebih rentan terhadap NSSI. Selain itu, mereka yang mengalami gejala depresi dan kecemasan yang parah juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Ketidakpuasan terhadap citra tubuh juga meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan NSSI hingga dua kali lipat.
Sherilyn Chang, Kepala Peneliti Senior IMH yang terlibat dalam studi ini, menjelaskan bahwa individu yang tidak puas dengan citra tubuh mereka cenderung mengembangkan sikap acuh tak acuh dalam melindunginya, bersamaan dengan meningkatnya toleransi terhadap rasa sakit. Sikap ini memudahkan mereka untuk terlibat dalam perilaku melukai diri sendiri ketika menghadapi tekanan emosional yang intens.
Menanggapi temuan ini, para peneliti menekankan perlunya melatih para profesional di sekolah, seperti guru dan konselor, untuk mengenali dan menanggapi tanda-tanda melukai diri sendiri dengan tepat. Mereka juga menyerukan pengembangan program pencegahan yang komprehensif, termasuk program untuk meningkatkan ketahanan pada remaja dan mengajarkan strategi coping yang lebih sehat untuk mengelola emosi.