Gelombang Ajakan Gagal Bayar Pinjol Resahkan Industri Fintech, AFPI Siap Tempuh Jalur Hukum

Gelombang ajakan untuk tidak membayar pinjaman online (pinjol) atau yang dikenal dengan istilah 'galbay' tengah marak di media sosial. Fenomena ini sontak menjadi perhatian serius bagi para pelaku industri fintech pendanaan. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan telah mengambil langkah-langkah responsif terkait aktivitas yang merugikan ini.

Gerakan galbay, yang merupakan tindakan sengaja untuk menghindari kewajiban pembayaran utang di platform pinjol, semakin sering muncul di berbagai platform media sosial. Ketua AFPI, Entjik S. Djafar, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai dampak negatif dari gerakan ini terhadap industri fintech secara keseluruhan.

"Kelompok gagal bayar ini aktif di berbagai platform seperti Youtube, Instagram, Facebook, bahkan TikTok. Ini sangat mengganggu dan merugikan industri kami," ujar Entjik, menekankan betapa masifnya penyebaran ajakan galbay ini.

Entjik menambahkan bahwa jumlah anggota kelompok galbay di media sosial sangat signifikan, mencapai ribuan bahkan ratusan ribu orang. Mereka secara aktif berbagi informasi dan strategi untuk menghindari penagihan utang. Beberapa taktik yang umum digunakan antara lain mengganti nomor telepon, memblokir nomor penagih, serta memprovokasi petugas penagih agar melakukan tindakan atau mengeluarkan kata-kata kasar.

Menyikapi situasi ini, AFPI telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak kepolisian untuk menekan angka galbay yang terus meningkat. Entjik menegaskan bahwa tindakan mengajak orang untuk melakukan hal yang tidak benar dapat dikenakan sanksi pidana. Oleh karena itu, AFPI berencana untuk menempuh jalur hukum guna mengatasi masalah ini.

AFPI juga berupaya untuk memastikan bahwa nasabah tetap melaksanakan kewajiban mereka dalam membayar pinjaman. Entjik menekankan bahwa industri fintech bukanlah lembaga sosial yang memberikan pinjaman secara gratis. OJK juga telah berupaya mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya membayar kembali pinjaman.

AFPI terus memetakan permasalahan ini dan mencari solusi terbaik untuk mengatasi dampak negatif dari gerakan galbay. Mereka menegaskan komitmennya untuk menjaga keberlangsungan industri fintech dan melindungi hak-hak para pemberi pinjaman.

Sementara itu, di Purwakarta, Jawa Barat, dilaporkan mengenai situasi terkini terkait fenomena tanah bergerak di Desa Pasirmunjul, Kecamatan Sukatani. Sebanyak 81 kepala keluarga terpaksa mengungsi akibat pergerakan tanah ekstrem. Pemerintah Kabupaten Purwakarta telah menetapkan status tanggap darurat bencana dan berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengkaji kondisi wilayah tersebut. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui potensi gangguan terhadap aktivitas di Tol Cipularang.

Di sektor perumahan, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menggodok aturan mengenai minimal luas bangunan rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi besaran cicilan bulanan penerima manfaat. Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PKP, Sri Haryati, menyebutkan bahwa cicilan rumah subsidi bisa mencapai Rp 600 ribu per bulan, lebih rendah dari cicilan saat ini. Ulasan mendalam mengenai kebijakan ini akan dibahas dalam program Sunsetalk.