Kasus Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di Medan: Pihak Rumah Sakit Mengklaim Perkara Telah Berdamai

Kasus Amputasi Kaki Tanpa Persetujuan di Medan: Perdamaian di Tengah Polemik

Rumah Sakit Mitra Sejati di Medan, Sumatera Utara, mengklaim telah mencapai kesepakatan damai dengan keluarga JS (43), seorang ibu rumah tangga yang kakinya diamputasi tanpa persetujuan keluarga. Pengacara korban, Hans Benny Silalahi, membenarkan adanya kesepakatan damai tersebut, namun menyatakan proses hukum masih akan terus berlanjut. Peristiwa ini telah menimbulkan kehebohan dan memicu pertanyaan serius terkait etika medis dan prosedur medis di rumah sakit tersebut.

Kronologi kejadian bermula pada Minggu, 23 Februari 2025, ketika JS datang ke RS Mitra Sejati untuk perawatan luka tusuk paku pada jari kaki kanannya. Setelah pemeriksaan, dokter menyarankan rawat inap dan operasi pada jari kaki yang terluka. Keluarga pun menyetujui prosedur tersebut. Keesokan harinya, suami JS menandatangani formulir persetujuan pembiusan dan operasi jari kaki. Namun, yang terjadi di luar dugaan. Setelah menjalani operasi, keluarga terkejut mendapati kaki JS telah diamputasi hingga betis, bukan hanya jari kaki seperti yang disetujui sebelumnya. Peristiwa ini sontak memicu kemarahan keluarga dan laporan polisi pun dibuat kepada Polda Sumut.

Kepala Hukum Rumah Sakit Mitra Sejati, Erwinsyah Lubis, dalam keterangannya via telepon pada Selasa, 4 Maret 2025, menyatakan bahwa perkara ini telah selesai dan kedua belah pihak telah berdamai. Namun, Lubis enggan merinci detail peristiwa tersebut, hanya menyebutnya sebagai “kesalahpahaman”. Sikap ini menimbulkan kecurigaan dan menambah keraguan publik mengenai transparansi rumah sakit dalam menjelaskan kronologi lengkap peristiwa amputasi tersebut. Keengganan pihak rumah sakit untuk menjelaskan secara rinci menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan adanya malapraktik yang telah terjadi.

Di sisi lain, Hans Benny Silalahi, kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa pihaknya tetap melanjutkan upaya hukum. Meskipun telah terjadi perdamaian dengan rumah sakit, pihaknya telah berangkat ke Jakarta untuk melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, Kementerian Kesehatan, dan DPR RI. Langkah ini diambil guna memastikan adanya investigasi menyeluruh atas dugaan malapraktik dan untuk mencari keadilan bagi kliennya. Saat ini, JS masih berada di rumah sakit, dan proses pemindahan ke fasilitas perawatan lain sedang dalam persiapan.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam praktik medis. Persetujuan pasien merupakan hal yang fundamental dalam setiap prosedur medis. Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat terhadap praktik medis untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Tindakan tegas dari pihak berwenang dibutuhkan untuk memastikan keadilan bagi korban dan untuk memperbaiki sistem kesehatan agar lebih melindungi pasien.

  • Langkah Hukum yang Dilakukan: Selain melapor ke Polda Sumut, kuasa hukum korban juga berencana melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, Kementerian Kesehatan, dan DPR RI untuk memastikan adanya investigasi menyeluruh dan keadilan bagi korban.
  • Kondisi Korban: Korban masih berada di rumah sakit dan akan dipindahkan ke fasilitas perawatan lain.
  • Tanggapan Rumah Sakit: Pihak rumah sakit mengklaim telah berdamai dengan keluarga korban dan menyebut kejadian tersebut sebagai “kesalahpahaman”, namun enggan merinci detail kejadian.
  • Persetujuan Operasi: Persetujuan operasi yang ditandatangani keluarga hanya untuk operasi jari kaki, bukan amputasi kaki.