Prioritaskan Agenda Lama, Presiden Prabowo Absen di KTT G7 dan Pilih Bertemu Putin
Ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada menimbulkan pertanyaan. Alih-alih menghadiri undangan dari Perdana Menteri Kanada, Prabowo justru memilih untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Singapura dan Rusia.
Undangan KTT G7 sendiri telah disampaikan langsung oleh PM Kanada, Mark Carney, melalui sambungan telepon pada awal Juni. Namun, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa ketidakhadiran Prabowo disebabkan oleh bentrokan jadwal dengan agenda yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Pada prinsipnya, Presiden Prabowo dan pemerintah Indonesia menghargai semua undangan yang diberikan," ujar Hasan Nasbi. "Namun, beberapa agenda waktunya bersamaan, sehingga Presiden tidak dapat menghadiri semuanya."
Menurut Hasan Nasbi, undangan dari pemerintah Rusia untuk menghadiri St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) telah diterima beberapa bulan sebelumnya, sekitar bulan Maret atau April. Persiapan untuk kunjungan ini pun telah dilakukan jauh-jauh hari. Selain itu, Presiden Prabowo juga dijadwalkan untuk menghadiri annual retreat di Singapura, yang waktunya beririsan dengan KTT G7 di Kanada.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memprioritaskan komitmen-komitmen pertemuan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam hal ini, undangan pertemuan dengan Singapura dan Rusia telah ditetapkan lebih dahulu daripada undangan dari Kanada.
"Komitmen dengan Rusia sudah dibuat jauh-jauh hari. Komitmen dengan pemerintah Singapura juga sudah dibuat. Ini kan jadwal tahunan dan juga sudah dipersiapkan lama," jelas Hasan.
Menanggapi anggapan bahwa ketidakhadiran Prabowo di Kanada menunjukkan keberpihakan Indonesia terhadap Rusia, Hasan Nasbi menegaskan bahwa Indonesia menganut prinsip non-blok dan tidak condong pada blok manapun. Ia menekankan bahwa Indonesia akan bergabung dengan berbagai forum dan aliansi di dunia berdasarkan kepentingan nasional, bukan berdasarkan hubungan baik atau buruk dengan negara tertentu.
"Kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada," tegas Hasan.
Hasan Nasbi mencontohkan keikutsertaan Indonesia dalam BRICS, yang digawangi oleh Rusia dan China, sebagai bukti bahwa Indonesia tidak condong ke blok tertentu. Pada saat yang sama, Indonesia juga terus berupaya untuk menjadi anggota OECD, yang beranggotakan negara-negara barat.
"Kalau kita bergabung dengan BRICS misalnya, bukan berarti kita lebih condong ke salah satu blok. Karena dalam waktu yang bersamaan, kita baru saja awal Juni ini juga baru saja menyelesaikan satu step penting, satu milestone penting dalam proses keanggotaan kita menjadi calon anggota OECD. Kalau OECD kan ada Amerika, ada negara-negara Eropa di sana," pungkas Hasan.