Sengketa Wilayah: Nelayan Aceh Singkil Menolak Pengalihan Empat Pulau ke Sumatera Utara
Keputusan pemerintah pusat yang mengalihkan administrasi empat pulau di wilayah Aceh Singkil ke Provinsi Sumatera Utara menuai penolakan keras dari kalangan nelayan setempat. Keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Desa Gosong Telaga Selatan, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.
Affandi, Kepala Desa Gosong Telaga Selatan, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas kebijakan tersebut. Menurutnya, mayoritas penduduk desa bergantung pada hasil laut di sekitar gugusan pulau itu untuk mata pencaharian. "Sebanyak 80 persen penduduk saya adalah nelayan. Mereka setiap hari mencari nafkah di gugusan pulau tersebut dengan memancing ikan," ujarnya.
Gugusan empat pulau itu telah menjadi lokasi strategis bagi para nelayan Gosong selama bertahun-tahun. Selain kaya akan sumber daya ikan, pulau-pulau tersebut juga berfungsi sebagai tempat berlindung saat musim badai. Para nelayan bahkan sering menginap di sana untuk memperlancar aktivitas penangkapan ikan.
Menurut penuturan Affandi, kepemilikan pulau secara tradisional berada di tangan warga Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Meskipun pemiliknya tidak mendiami pulau secara permanen, para nelayan telah lama memanfaatkan sumber daya alamnya secara berkelanjutan. Mereka menangkap berbagai jenis ikan seperti gembung, tenggiri, dan udang kelong di perairan sekitar pulau.
Para nelayan khawatir pengalihan administrasi pulau ke Sumatera Utara dapat mengancam mata pencaharian mereka. Mereka khawatir praktik penangkapan ikan ilegal, seperti penggunaan pukat harimau, akan marak di perairan tersebut dan merusak ekosistem laut. Affandi menegaskan bahwa isu ini bukan sekadar masalah politik, melainkan menyangkut sejarah dan kelangsungan hidup para nelayan.
"Di sanalah sumber penghasilan tangkapan ikan nelayan kami. Maka, kami akan pertahankan dengan jiwa dan raga," tegasnya.
Lebih lanjut, Affandi menekankan bahwa selama ini tidak pernah terjadi konflik antara nelayan Aceh Singkil dengan nelayan dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Bahkan, nelayan dari Sibolga dan Tapanuli Tengah sering berlindung di empat pulau tersebut saat terjadi badai. Ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat turun tangan dan mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan nelayan Aceh Singkil.
"Kami minta Pak Presiden bahwa pulau itu tetap di wilayah Aceh," tutupnya.
Para nelayan telah berikrar untuk mempertahankan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Aceh. Mereka meyakini bahwa pengalihan administrasi akan berdampak negatif terhadap kehidupan mereka dan kelestarian lingkungan laut.
Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian para nelayan:
- Kehilangan mata pencaharian: Pengalihan pulau dapat membatasi akses nelayan ke sumber daya ikan yang selama ini menjadi andalan mereka.
- Ancaman praktik ilegal: Kekhawatiran akan maraknya penangkapan ikan ilegal dengan menggunakan pukat harimau.
- Kerusakan lingkungan: Potensi kerusakan ekosistem laut akibat praktik penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab.
- Hilangnya identitas: Gugusan pulau tersebut memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting bagi masyarakat Aceh Singkil.
Para nelayan berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut dan mendengarkan aspirasi mereka. Mereka siap berjuang untuk mempertahankan hak mereka atas sumber daya alam yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama bergenerasi-generasi.