Wamenaker Turun Tangan: Sidak Perusahaan dan Tebus Ijazah Satpam yang Ditahan

Wamenaker Turun Tangan: Sidak Perusahaan dan Tebus Ijazah Satpam yang Ditahan

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sebuah perusahaan penyedia jasa keamanan di Jakarta, PT Virtus Facility Services, terkait dugaan praktik penahanan ijazah. Sidak ini dilakukan menyusul laporan dari dua mantan karyawan perusahaan yang mengaku ijazah mereka ditahan sejak tahun 2017.

Berdasarkan unggahan di akun media sosial TikTok resmi milik Wamenaker, kedua mantan karyawan tersebut mengklaim telah berulang kali meminta ijazah mereka dikembalikan, namun tidak pernah diindahkan oleh pihak perusahaan. Dalam sidak tersebut, Wamenaker bertemu dengan pimpinan perusahaan, Houtman Simanjuntak, dan menyampaikan keprihatinannya atas laporan penahanan ijazah tersebut.

"Saya Wamenaker Immanuel Ebenezer. Saya kemari terkait ada laporan penahanan ijazah sejak 2017. Penahanan ijazah itu bisa kita kenakan pasal penggelapan. Kita berharap dipulangkan ijazahnya dan tidak ada praktik penahanan," ujar Wamenaker kepada Houtman Simanjuntak.

Houtman Simanjuntak memberikan penjelasan terkait alasan penahanan ijazah tersebut. Ia menyebutkan bahwa ketika karyawan pertama kali bergabung dengan perusahaan, mereka belum memiliki keterampilan yang memadai, sehingga perusahaan harus memberikan pelatihan yang memerlukan biaya.

"Bapak adalah politisi, kurang mengerti kedalaman bisnis. Kalau mau perbaiki iklim tenaga kerja, harus perbaiki ekonomi dulu," ungkap Houtman Simanjuntak.

Bahkan, Houtman sempat menggunakan kata yang kurang pantas saat menyebut karyawan yang ijazahnya belum dikembalikan.

Wamenaker Immanuel Ebenezer langsung menegur Houtman Simanjuntak agar tidak menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan menekankan bahwa para mantan karyawan hanya ingin mendapatkan hak mereka, yaitu pengembalian ijazah.

"Substansinya mereka ingin dapat haknya. Maka dikembalikan, Pak (ijazah). Dari 2017, problem mereka minta haknya tapi tidak pernah dilayani. Pulangkan," tegas Wamenaker.

Perdebatan pun terjadi antara Wamenaker dan pimpinan perusahaan terkait praktik penahanan dan penebusan ijazah. Akhirnya, Wamenaker memutuskan untuk turun tangan langsung dengan menebus ijazah kedua mantan karyawan yang ditahan tersebut.

Wamenaker meminta pihak perusahaan untuk menghitung total biaya yang diperlukan untuk menebus ijazah. Pihak perusahaan menyebutkan bahwa biaya penebusan untuk satu orang mantan karyawan adalah sebesar Rp 3,5 juta.

Untuk membayar uang tebusan ijazah tersebut, Wamenaker awalnya menggunakan uang pribadi secara tunai. Namun, karena jumlahnya tidak mencukupi, ia kemudian meminta bantuan kepada para pengawas ketenagakerjaan yang turut serta dalam sidak tersebut. Akhirnya, Wamenaker memutuskan untuk mentransfer uang penebusan ijazah ke rekening perwakilan perusahaan.

Setelah proses penebusan selesai, Wamenaker menerima tanda terima pelunasan. Ijazah yang ditahan kemudian dikembalikan kepada kedua mantan karyawan PT Virtus Facility Services.

Sebagai informasi tambahan, pemerintah telah menerbitkan aturan yang melarang perusahaan untuk melakukan praktik penahanan ijazah karyawan. Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 Tahun 2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja, yang diumumkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pada 20 Mei 2025.

Menaker Yassierli menjelaskan bahwa SE tersebut ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia untuk diteruskan kepada setiap perusahaan di wilayah masing-masing. Poin-poin penting dalam SE tersebut antara lain:

  • Pemberi kerja dilarang menahan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja sebagai jaminan untuk bekerja.
  • Yang dimaksud dengan dokumen pribadi adalah dokumen asli seperti sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku pemilik kendaraan bermotor.
  • Pemberi kerja juga dilarang menghalangi atau menghambat para pekerja untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
  • Calon pekerja atau pekerja/buruh perlu mencermati dan memahami isi perjanjian kerja, terutama jika terdapat ketentuan yang mensyaratkan penyerahan ijazah dan/atau dokumen pribadi sebagai jaminan untuk bekerja.
  • Pemberi kerja wajib menjamin keamanan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi yang disimpan dan memberikan ganti rugi kepada pekerja apabila ijazah dan/atau sertifikat kompetensi tersebut rusak atau hilang.

Menaker Yassierli juga mengungkapkan alasan diterbitkannya SE larangan penahanan ijazah. Salah satu alasannya adalah semakin maraknya praktik penahanan ijazah dan dokumen pribadi milik pekerja. Praktik ini sering dilakukan oleh pemberi kerja untuk mendapatkan jaminan bahwa karyawan akan tetap bekerja di perusahaan mereka dalam jangka waktu tertentu, atau sebagai jaminan utang piutang antara pengusaha dan pekerja, atau karena belum diselesaikannya pekerjaan oleh pekerja yang bersangkutan.

Karena posisi pekerja yang seringkali lebih lemah dibandingkan dengan pemberi kerja, mereka seringkali kesulitan untuk mendapatkan kembali ijazah yang ditahan. Hal ini dapat membatasi akses pengembangan diri, mempersulit pencarian pekerjaan yang lebih baik, dan menghalangi pekerja untuk menikmati manfaat serta fungsi ijazah yang mereka miliki. Bahkan, situasi ini dapat membuat pemilik ijazah merasa terkekang, tidak bebas, dan akhirnya menurunkan moral serta berdampak negatif pada kinerja dan produktivitas mereka.