Opsi Rumah Subsidi Mungil: Kementerian PKP Pertimbangkan Luas 18 Meter dengan Cicilan Potensial Rp 600 Ribu

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PKP) tengah mengkaji ulang aturan terkait luas minimal bangunan untuk rumah subsidi. Wacana yang berkembang adalah penurunan luas minimal menjadi 18 meter persegi, sebuah langkah yang diharapkan dapat meringankan beban cicilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PKP, Sri Haryati, mengungkapkan bahwa jika aturan ini disetujui, bukan tidak mungkin cicilan rumah subsidi dapat ditekan hingga kisaran Rp 600 ribu per bulan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan cicilan rumah subsidi saat ini yang berada di kisaran Rp 1 juta-an. Pernyataan ini disampaikan di sela-sela pertemuan di Lobby Nobu Bank, Jakarta Selatan, pada Senin, 16 Juni 2025.

Saat ini, Kementerian PKP masih melakukan serangkaian diskusi intensif dengan berbagai pihak, termasuk pengembang perumahan dan perbankan, untuk menentukan harga yang paling sesuai. Tujuannya adalah agar cicilan rumah subsidi dengan ukuran yang lebih kecil ini dapat menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.

"Hitung-hitungannya sedang kita eksplorasi dan simulasikan," ujar Sri Haryati. "Harapannya, cicilan bisa lebih rendah dibandingkan harga cicilan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang berlaku saat ini."

Aturan Belum Final, Opsi Tambahan Bagi Masyarakat

Perlu digarisbawahi bahwa rencana perubahan luas minimal rumah subsidi ini masih dalam tahap pembahasan. Draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 mengusulkan perubahan luas minimal bangunan menjadi 18 meter persegi, dari sebelumnya 21 meter persegi. Luas tanah minimal juga diusulkan untuk disesuaikan menjadi 25 meter persegi, dari sebelumnya 60 meter persegi.

Sri Haryati menegaskan bahwa Kementerian PKP akan terus melakukan diskusi mendalam dengan berbagai pihak terkait, termasuk calon konsumen dan pengembang perumahan. Selama aturan baru ini belum disahkan, maka aturan yang berlaku tetaplah Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023.

"Aturan yang sekarang berlaku masih menggunakan aturan yang lama. Jika nanti disetujui, aturan baru ini akan menjadi tambahan opsi bagi masyarakat," jelas Sri.

Fokus di Perkotaan

Rumah subsidi dengan luas minimal 18 meter persegi ini rencananya akan difokuskan di kawasan perkotaan. Untuk wilayah perdesaan, aturan luas bangunan dan tanah rumah subsidi yang lama akan tetap berlaku.

"Ini kita tujukan khusus untuk kawasan sekitar perkotaan. Untuk daerah-daerah desa dan lain-lain, kita akan mengikuti aturan yang sebelumnya. Namun, aturan ini masih terus digodok," tambah Sri Haryati.

Kementerian PKP Terbuka Terhadap Kritik

Wacana ini menuai berbagai reaksi di media sosial, termasuk kritik terhadap mock-up rumah subsidi dengan luas bangunan 14 meter persegi. Beberapa pihak juga menyoroti tidak adanya ruang salat dalam desain tersebut.

Menanggapi hal ini, Sri Haryati menyatakan bahwa Kementerian PKP menyambut baik semua masukan dan kritik. Proses penyusunan aturan ini masih berlangsung, sehingga kritik yang masuk dapat menjadi bahan pertimbangan yang berharga.

"Kemarin ada masukan yang bagus, 'Bu, ini buat sajadah, sholat bagaimana?' Jadi, ada yang harus kita sesuaikan. Kami sangat terbuka terhadap uji publik," ujarnya.

Kementerian PKP berkomitmen untuk memperhatikan semua kritik yang masuk hingga tercapai kesepakatan terkait aturan yang akan ditetapkan.

Catatan dari Kadin

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga memberikan sejumlah catatan terkait rencana perubahan luas minimal rumah subsidi ini. Salah satu poin penting adalah perlunya sosialisasi yang lebih gencar.

Wakil Ketua Umum Pengembangan Infrastruktur Strategis dan Pembangunan Pedesaan Serta Transmigrasi Kadin, Thomas Jusman, menekankan pentingnya sosialisasi yang menyeluruh agar masyarakat tidak salah mengartikan usulan ini.

"Perlu disosialisasikan yang lebih menyeluruh sehingga tidak disalahartikan. Ini adalah produk pilihan lain atau alternatif yang tidak membatasi produk-produk sebelumnya, yang tipe 36. Ini menjadi pilihan lain untuk akses di perkotaan," ujarnya.

Thomas juga meminta Kementerian PKP untuk mencari solusi agar pekerja informal juga dapat mengakses rumah subsidi, mengingat kendala yang sering dihadapi terkait SLIK OJK.

Dari segi ukuran, Kadin mengusulkan agar luas rumah subsidi berkisar antara 18 hingga 30 meter persegi, dengan tetap memperhatikan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk ruang gerak yang memadai.

"Harapan kami, jika memungkinkan, ukurannya bisa mencapai 30 meter persegi," ungkap Thomas.