Urgensi Sejarah Nasional Indonesia di Era Modern: Membangun Identitas dan Memperkokoh NKRI

Sejarah Nasional Indonesia: Relevansi di Tengah Perubahan Zaman

Sejarah nasional Indonesia, sebuah narasi yang dibangun sejak awal kemerdekaan, memiliki peran sentral dalam membentuk identitas bangsa dan menyatukan keragaman budaya, etnis, dan agama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lebih dari sekadar catatan masa lalu, sejarah ini berfungsi sebagai instrumen ideologis dan pendidikan untuk menanamkan kesadaran kolektif sebagai bangsa Indonesia.

Anthony D. Smith menekankan pentingnya sejarah nasional dalam membentuk identitas bangsa melalui mitos, memori, nilai, dan simbol yang melegitimasi negara-bangsa. Di Indonesia, sejarah kebangsaan berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila, prinsip kebinekaan, serta semangat gotong royong dan persatuan.

Tantangan dan Adaptasi Sejarah Kebangsaan di Era Globalisasi

Namun, di abad ke-21, sejarah kebangsaan Indonesia menghadapi tantangan signifikan. Globalisasi, kemajuan teknologi informasi, munculnya narasi identitas baru, dan meningkatnya kesadaran akan keragaman sosial telah mengguncang dominasi narasi sejarah nasional yang dianggap tunggal dan sentralistik.

Kritik terhadap sejarah nasional yang cenderung mengutamakan peran elite negara dan mengabaikan suara kelompok pinggiran serta komunitas lokal semakin menguat. Masyarakat yang semakin plural dan terhubung secara transnasional menuntut narasi sejarah yang lebih inklusif, terbuka, dan mencerminkan kompleksitas realitas sosial.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan penting: masihkah sejarah kebangsaan Indonesia relevan dalam menjaga integrasi NKRI di masa kini? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dilakukan penelaahan ulang terhadap peran, posisi, dan arah perubahan sejarah kebangsaan di abad ke-21.

Sejarah Nasional di Berbagai Negara: Studi Komparatif

Sejarah nasional bukanlah fenomena unik bagi Indonesia. Di Eropa, khususnya setelah Revolusi Perancis dan unifikasi Jerman-Italia, penulisan sejarah nasional digunakan untuk memperkuat legitimasi negara dan memupuk semangat persatuan.

Di Amerika Serikat, sejarah nasional sarat dengan ideologi, mengartikulasikan nilai-nilai kebebasan, demokrasi, dan ekspansi wilayah. Sementara itu, di Amerika Latin, sejarah nasional digunakan untuk menegaskan kemerdekaan dari kolonialisme Spanyol.

Negara-negara Asia dan Afrika yang merdeka pada abad ke-20 juga menjadikan sejarah nasional sebagai alat dekolonisasi intelektual. Di India, para sejarawan merevisi historiografi resmi dengan mendekonstruksi narasi kolonial. Di Nigeria dan negara Afrika lainnya, sejarah nasional menekankan warisan pra-kolonial, perjuangan melawan penjajahan, dan rekonsiliasi antaretnis.

Kendati berperan penting dalam pembentukan identitas nasional, penulisan sejarah nasional sering dikritik karena mengesampingkan suara kelompok marjinal, mengabaikan keragaman narasi lokal, dan melegitimasi kekuasaan politik. Dalam historiografi kontemporer, banyak negara memperbarui konstruksi sejarah nasional mereka dengan pendekatan yang lebih inklusif, pluralistik, dan dialogis.

Pengertian dan Fungsi Sejarah Kebangsaan di Indonesia

Sejarah kebangsaan Indonesia adalah narasi besar yang merekam perjalanan historis bangsa, dari peradaban awal hingga terbentuknya negara-bangsa modern. Sejarah ini tidak hanya mencatat peristiwa masa lalu, tetapi juga membentuk identitas nasional, memperkuat solidaritas, dan mentransmisikan nilai-nilai toleransi, keadilan sosial, gotong royong, dan Pancasila.

Prof. Sartono Kartodirdjo menekankan bahwa sejarah nasional Indonesia harus dipahami sebagai proses kumulatif dalam membentuk identitas bangsa, bukan sebagai peristiwa yang terjadi tiba-tiba pada tahun 1945. Pandangan ini sejalan dengan teori “network society” dari Castells, yang menjelaskan bagaimana masyarakat modern tersusun atas jaringan fleksibel dan terdesentralisasi.

Sejarah kebangsaan berfungsi sebagai alat pedagogis dan ideologis yang menyatukan berbagai kelompok sosial ke dalam narasi kolektif. Menurut Ernest Renan, bangsa terbentuk melalui sejarah bersama dan tujuan bersama, serta kesediaan untuk mengingat dan melupakan secara selektif. Sejarah ini bersifat dinamis dan merupakan hasil konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan memori kolektif.

Mengacu pada konsep “imagined community” dari Benedict Anderson, Indonesia adalah bangsa yang dicita-citakan dan selalu dalam proses “menjadi”. Oleh karena itu, sejarah kebangsaan tetap penting untuk menjaga komitmen kebangsaan dan mencegah disintegrasi. Sejarawan R. Mohammad Ali mengingatkan bahwa sejarah nasional memiliki peran penting dalam memperkuat kesatuan dan mentalitas nasional bangsa Indonesia.

Kedudukan dan Peran Sejarah Kebangsaan Indonesia

Sejarah kebangsaan adalah cermin pengalaman bersama bangsa Indonesia. Dari sejarah inilah akar budaya, politik, dan ekonomi bangsa dapat ditemukan. Dalam konteks tantangan integrasi nasional, sejarah kebangsaan menjadi perekat identitas dan pemersatu berbagai elemen masyarakat Indonesia.

Meskipun sejarah nasional pernah terkontaminasi kepentingan rezim Orde Baru, dengan pendekatan dan perspektif baru, sejarah nasional tetap relevan untuk memperkuat nasionalisme berbasis dialog, keadilan, dan kesejahteraan.

Perlu dibedakan antara sejarah nasional (kebangsaan) dan sejarah Indonesia. Sejarah nasional menekankan proses ‘menjadi Indonesia’ dan terbentuknya identitas keindonesiaan, sedangkan sejarah Indonesia lebih luas dan mencakup seluruh aspek serta wilayah sejarah lokal. Sejarah kebangsaan bukan sekadar akumulasi dari sejarah lokal, melainkan fokus pada proses integratif menuju bangsa Indonesia. Penulisan sejarah yang terlalu berfokus pada daerah tanpa kerangka nasional bisa berdampak disintegratif.

Dalam kerangka NKRI yang plural, sejarah kebangsaan memainkan peran krusial dalam membentuk identitas nasional. Proses pembentukan negara Indonesia bukanlah sesuatu yang spontan, tetapi hasil konstruksi sosial-politik panjang yang melibatkan komunikasi lintas budaya. Sejarah menjadi alat legitimasi keberadaan Indonesia, terutama melalui narasi perjuangan melawan kolonialisme, serta menjadi fondasi moral dan politik dalam mempertahankan NKRI.

Dalam pandangan historiografi modern seperti dikemukakan E.H. Carr, sejarah bukanlah fakta netral, tetapi hasil interpretasi sejarawan yang terus terbuka untuk revisi seiring berkembangnya bukti, sudut pandang, dan kebutuhan kolektif. Sejarawan seperti Croce, Collingwood, dan Munslow menekankan bahwa masa lalu hanya bermakna ketika ditulis dan dimaknai oleh sejarawan. Karena itu, sejarah menjadi alat refleksi moral dan pendidikan lintas generasi.

Penulisan sejarah menumbuhkan kesadaran sejarah—yakni empati dan pemahaman terhadap perjuangan masa lalu yang mendorong warga belajar dari sejarah, bukan hanya tentang sejarah. Kesadaran ini penting untuk memperkuat identitas dan arah masa depan bangsa. Bung Karno pun mengingatkan pentingnya sejarah melalui semboyan Jasmerah (Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah).

Indonesia yang plural memerlukan narasi pemersatu. Adagium Bhinneka Tunggal Ika mencerminkan cita-cita tersebut. Sejarah kebangsaan Indonesia menjadi alat kohesi sosial melalui pengalaman kolektif yang ditanamkan lewat pendidikan sejarah, termasuk pengenalan tokoh-tokoh perjuangan dari berbagai daerah. Tujuannya bukan untuk menonjolkan etnisitas, tetapi membentuk identitas nasional bersama.

Di era globalisasi abad ke-21, sejarah kebangsaan Indonesia tetap memainkan peran strategis dalam memperkuat dasar-dasar identitas nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks meningkatnya disinformasi, berkembangnya identitas lintas negara, serta munculnya kecenderungan disintegrasi sosial, sejarah kebangsaan berperan sebagai pengikat kolektif yang menegaskan kembali prinsip-prinsip fundamental bangsa seperti Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan nilai-nilai persatuan. Agar tetap relevan dan responsif terhadap perubahan zaman, penulisan sejarah kebangsaan perlu mengalami pembaruan, baik dari segi pendekatan maupun kerangka keilmuannya, dengan memberi ruang bagi suara komunitas lokal, kelompok yang terpinggirkan, serta integrasi perspektif multidisipliner. Dengan demikian, sejarah kebangsaan tidak hanya tetap relevan, tetapi menjadi semakin krusial sebagai sarana refleksi kritis dan transformasi untuk membentuk warga negara yang sadar sejarah, berpikiran terbuka, dan menjunjung tinggi keberagaman.