Pasutri di Riau Terancam Hukuman Berat Akibat Penganiayaan Fatal Terhadap Balita
Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng catatan hukum di Indonesia. Kali ini, pasangan suami istri (pasutri) berinisial AYS (28) dan YP (24), menghadapi ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara atas tindakan brutal yang menyebabkan kematian seorang balita berusia dua tahun di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Kedua tersangka, yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak tersebut, justru melakukan serangkaian penyiksaan keji. Tindakan ini terungkap setelah ibu kandung korban, IS (21), menitipkan anaknya kepada YP karena alasan ekonomi dan kesibukan pekerjaan. IS bahkan memberikan imbalan sebesar Rp 1,2 juta per bulan kepada YP sebagai upah pengasuhan.
Namun, kepercayaan yang diberikan IS disalahgunakan. Alih-alih memberikan kasih sayang dan perawatan yang layak, AYS dan YP justru melakukan kekerasan fisik yang mengerikan. Berdasarkan laporan kepolisian, korban kerap dipukul, dicubit, dan ditampar setiap kali rewel atau menangis. Puncak kekejaman terjadi ketika AYS mengikat tangan dan kaki korban dengan lakban hijau, serta menutup mulutnya dengan lakban merah, menyebabkan balita malang itu kesulitan bernapas.
Ironisnya, tindakan penyiksaan tersebut direkam oleh YP, sang istri, sambil tertawa. Setelah kondisi korban memburuk dan dilarikan ke rumah sakit, kedua pelaku mencoba menutupi perbuatan mereka dengan membuat alibi palsu, yaitu kecelakaan lalu lintas. Namun, kebohongan mereka terbongkar setelah pihak rumah sakit menemukan sejumlah luka yang tidak wajar pada tubuh korban, sehingga mendorong ibu korban untuk melaporkan kasus ini ke Polres Kuansing.
Hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa balita tersebut meninggal dunia akibat kekerasan fisik. Polisi segera bertindak cepat dengan menangkap AYS dan YP, kemudian menetapkan mereka sebagai tersangka dan menahan mereka di penjara. Dalam pemeriksaan, kedua pelaku mengakui perbuatan mereka, dengan alasan bahwa mereka merasa jengkel karena korban sering rewel dan menangis.
Kapolres Kuansing, AKBP Angga F Herlambang, menyatakan bahwa kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ancaman hukuman maksimal untuk kasus ini adalah 15 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang pentingnya perlindungan anak dan bahaya kekerasan dalam rumah tangga. Pihak berwajib dan masyarakat diharapkan dapat lebih meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap potensi kekerasan terhadap anak, serta memberikan dukungan kepada keluarga yang membutuhkan.