Independensi Peradilan Militer Diuji dalam Kasus Penembakan Polisi di Way Kanan: Sorotan pada Transparansi dan Intervensi

Kasus penembakan tiga anggota kepolisian di Way Kanan, Lampung, yang melibatkan dua anggota TNI sebagai terdakwa, kembali membuka diskusi mengenai independensi peradilan militer di Indonesia. Prof. HS Tisnanta, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Lampung (Unila), menekankan bahwa independensi menjadi faktor krusial dalam mengawal proses hukum yang adil dan transparan.

Tantangan terbesar dalam peradilan militer, menurut Tisnanta, terletak pada struktur hierarki yang melekat dan potensi intervensi dari internal institusi militer. Meskipun Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer secara normatif menjamin independensi hakim militer, implementasinya masih menghadapi sejumlah kendala, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan sensitivitas tinggi seperti kasus penembakan ini.

Indikator Independensi Peradilan Militer

Tisnanta mengidentifikasi tiga indikator utama untuk mengukur independensi peradilan militer dalam kasus Way Kanan ini:

  • Objektivitas penyidikan dan penuntutan: Proses penyidikan harus dilakukan secara cermat, dengan pengumpulan bukti yang lengkap dan analisis motif yang mendalam. Dakwaan yang disusun pun harus berdasarkan fakta yang sebenarnya, tanpa adanya upaya untuk menutupi atau merekayasa kejadian.
  • Keterbukaan persidangan: Peradilan militer selama ini dikenal cenderung tertutup. Oleh karena itu, akses publik dan media terhadap jalannya persidangan, tanpa mengganggu proses hukum, menjadi penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan menekan potensi intervensi dari pihak luar.
  • Tidak adanya intervensi komando: Pernyataan atau tindakan dari petinggi militer yang berpotensi memengaruhi proses hukum harus dihindari. Hal ini penting untuk menjaga independensi peradilan militer dan memastikan bahwa putusan yang diambil benar-benar berdasarkan hukum.

Pencarian Kebenaran Materiil dan Pengawasan Eksternal

Tujuan utama dari proses peradilan adalah pencarian kebenaran materiil. Setiap putusan hukum harus didasarkan pada fakta-fakta yang utuh, tidak bias, dan tidak direkayasa. Tekanan struktural dalam militer dan keterbatasan transparansi menjadi tantangan tersendiri, namun bukan berarti tidak ada solusi.

Tisnanta mengusulkan adanya pengawasan eksternal dari lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau organisasi masyarakat sipil sebagai penyeimbang dalam proses hukum ini. Keterlibatan pengawasan eksternal akan membantu memastikan bahwa peradilan militer benar-benar menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran materiil.

Kasus penembakan tiga polisi di Way Kanan terjadi pada Maret 2025 lalu, saat penggerebekan arena judi sabung ayam. Dua anggota TNI, Kopda Basarsyah dan Peltu Lubis, menjadi terdakwa dalam kasus ini dan saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Militer 1-04 Palembang. Persidangan kedua telah digelar dengan menghadirkan 12 orang saksi.