Kritik Pedas Prabowo Terhadap Bandara Kertajati di Masa Lalu Kembali Mencuat
Polemik seputar Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka terus bergulir. Jauh sebelum pembangunannya dimulai pada tahun 2015, proyek ini telah menjadi sasaran kritik dari berbagai pihak. Salah satu sorotan utama tertuju pada lokasinya yang dinilai kurang strategis. Bahkan, mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pernah mengungkapkan bahwa kerugian yang dialami pengelola bandara mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya.
Investasi yang digelontorkan untuk pembangunan Bandara Kertajati mencapai Rp 2,6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana ini belum termasuk biaya pembebasan lahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat. Pembangunan bandara dimulai pada tahun 2015 dan rampung pada tahun 2017. Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasukkan Bandara Kertajati sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kritik terhadap Bandara Kertajati juga datang dari Prabowo Subianto, yang saat itu masih menjabat sebagai calon presiden (capres). Dalam sebuah pemberitaan pada tahun 2019, Prabowo mengkritik pemerintahan Jokowi karena dinilai kurang cermat dalam melakukan studi kelayakan (feasibility study) sebelum membangun infrastruktur. Prabowo menilai banyak proyek infrastruktur yang dibangun tanpa perencanaan yang matang, sehingga menjadi beban keuangan negara.
"Saya menghargai niat Pak Jokowi dalam memimpin pembangunan infrastruktur. Tapi yang dilakukan oleh tim Jokowi itu bekerjanya kurang efisien," ujar Prabowo saat itu. Ia menambahkan bahwa proyek-proyek infrastruktur seharusnya tidak hanya menjadi "monumen" seperti LRT Palembang dan Bandara Kertajati.
Menanggapi kritik tersebut, Presiden Jokowi membantah bahwa proyek-proyek infrastruktur dibangun tanpa perencanaan yang matang. Ia menegaskan bahwa pembangunan Bandara Kertajati telah direncanakan sejak lama. Jokowi juga meyakini bahwa Bandara Kertajati akan semakin ramai setelah jalan tol Cisumdawu selesai dibangun dan sebagian besar penerbangan dari Bandung dialihkan ke Kertajati.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Bandara Kertajati masih sepi penumpang. Pakar transportasi perkotaan, Djoko Setijowarno, mengungkapkan bahwa warga Bandung Raya, yang seharusnya menjadi pangsa pasar utama Bandara Kertajati, justru lebih memilih menggunakan Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Akses ke Bandara Halim kini semakin mudah dengan adanya kereta cepat Whoosh dan jaringan jalan yang semakin baik.
Upaya pemerintah untuk menyelamatkan Bandara Kertajati dengan menutup Bandara Husein Sastranegara di Bandung juga belum membuahkan hasil yang optimal. Djoko Setijowarno menilai bahwa Bandara Kertajati kurang maksimal dalam menggarap potensi pasar di kawasan Rebana, yaitu wilayah metropolitan yang meliputi Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, dan Sumedang.
Djoko menambahkan bahwa salah satu penyebab sepinya Bandara Kertajati adalah pengelolaan yang kurang kompeten dari perusahaan pengelola bandara. Ia menyarankan agar pengelolaan bandara diserahkan sepenuhnya kepada Angkasa Pura atau InJourney.
Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi penyebab Bandara Kertajati masih sepi:
- Lokasi yang kurang strategis
- Persaingan dengan Bandara Halim Perdanakusuma
- Kurang maksimal dalam menggarap potensi pasar di kawasan Rebana
- Pengelolaan bandara yang kurang kompeten