Kematian Abral Wandikbo di Nduga: Koalisi Sipil Bantah Keterlibatan dengan OPM, Soroti Dugaan Penyiksaan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM membantah klaim Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menyebut Abral Wandikbo sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Abral, yang merupakan warga sipil dari Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, justru dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan lapangan terbang Yuguru untuk memfasilitasi mobilitas masyarakat.

Menurut keterangan tertulis dari Koalisi Masyarakat Sipil, Abral Wandikbo ditangkap oleh aparat TNI pada 22 Maret 2025 tanpa bukti yang sah dan dituduh sebagai anggota OPM. Tragisnya, tiga hari kemudian, pada 25 Maret 2025, Abral ditemukan tewas dalam kondisi yang mengenaskan. Koalisi Masyarakat Sipil menggambarkan kondisi jenazah Abral dengan detail yang mengerikan, termasuk hilangnya telinga, hidung, dan mulut, serta kaki dan betis yang melepuh. Kedua tangannya terikat dengan borgol plastik.

Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum dibunuh. Mereka menyayangkan bahwa sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan hidup-hidup, namun kemudian menyebarkan narasi yang menyesatkan bahwa korban melarikan diri.

Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM telah melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 13 Juni 2025. Mereka melaporkan kasus kematian Abral Wandikbo sebagai dugaan pelanggaran HAM berat, yang melanggar konstitusi Indonesia dan standar internasional. Koalisi Masyarakat Sipil menekankan bahwa hak Abral untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk merasa aman telah dilanggar. Hak korban untuk mendapatkan pendampingan hukum ketika ditangkap juga diabaikan.

Sementara itu, TNI membantah tuduhan penyiksaan terhadap Abral Wandikbo. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengklaim bahwa Abral tewas karena melompat ke jurang saat berusaha melarikan diri. Menurut Sianturi, Abral bersedia menunjukkan jalan ke sebuah honai di Kampung Kwit, di mana terdapat dua pucuk senjata. Namun, saat dibawa sebagai penunjuk jalan, Abral melarikan diri dan melompat ke jurang meski telah diberi tembakan peringatan.