Akses BBM Subsidi Jadi Sorotan Utama dalam Dialog Nelayan dan Pemerintah

Sektor perikanan di Indonesia kembali menjadi sorotan utama dalam diskusi antara nelayan dan pemerintah, terutama terkait dengan sulitnya akses terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Keluhan ini mencuat dalam acara 'Morning Sea-Kampung Nelayan Modern', yang menjadi wadah bagi para nelayan untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung kepada pihak terkait.

Carno, seorang nelayan dari Desa Cikirwetan, Cikesik, Kabupaten Pandeglang, mengungkapkan dukungannya terhadap program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP). Namun, ia juga menyoroti sejumlah permasalahan mendasar yang masih menghantui para nelayan, terutama terkait dengan abrasi pantai dan sulitnya mendapatkan akses BBM bersubsidi, terutama bagi mereka yang menggunakan kapal berkapasitas 12 GT.

"Kenaikan level ke kapal 12 GT membawa tantangan tersendiri. Prosesnya rumit, dan kami berharap pemerintah dapat mempermudah akses ini," ujar Carno di kantor KKP, Jakarta Pusat, pada Senin (16/6/2025).

Menanggapi keluhan tersebut, Trian Yunanda, Staf Ahli Menteri KKP Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, menjelaskan bahwa pihaknya telah memiliki pengalaman dalam mengatasi masalah abrasi pantai. Pengalaman ini didapatkan saat membangun kampung nelayan modern di Kabupaten Biak Numfor, Papua. Solusi yang diterapkan adalah pembangunan revetment atau tanggul pelindung pantai untuk menahan gelombang dan mencegah abrasi.

"Revetment ini juga berfungsi sebagai jalur pedestrian, sehingga fungsi pesisir tetap terlindungi dan kawasan menjadi lebih tertata," jelas Trian.

Untuk masalah BBM, KKP menggandeng pihak swasta untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). Langkah ini terbukti berhasil menurunkan harga BBM dari Rp20.000 per liter menjadi Rp10.000 per liter, sehingga meningkatkan pendapatan nelayan secara signifikan.

VP Retail Fuel Sales PT Pertamina Patra Niaga, Eko Ricky Susanto, menyatakan dukungan penuh terhadap program KNMP. Saat ini, terdapat 414 SPBUN yang sebagian besar berlokasi di perkampungan nelayan, dengan 158 di antaranya berbentuk badan usaha koperasi. Pertamina juga telah menjalin komunikasi intensif dengan KKP sejak tahun lalu dan sedang menyiapkan roadmap pembangunan SPBU Nelayan.

"Kami telah berinteraksi dengan berbagai asosiasi nelayan dan nelayan di daerah untuk mendapatkan masukan terkait kebutuhan lembaga penyalur BBM," kata Eko.

Saat ini, banyak mitra yang ingin membuka SPBUN, namun hal ini masih memerlukan persetujuan dari KKP. Rekomendasi dari KKP juga diperlukan untuk mendapatkan akses BBM bersubsidi. Eko juga menekankan bahwa stok BBM bersubsidi untuk nelayan sebenarnya mencukupi, namun penyerapannya masih terkendala oleh sebaran titik-titik SPBUN yang belum merata.

"Kebutuhan BBM PSO untuk nelayan masih cukup besar dan disiapkan oleh pemerintah. Kami akan berkolaborasi untuk mengembangkan lebih banyak lagi SPBUN," pungkas Eko.