Suami Mantan Wali Kota Semarang Diduga Intervensi Tender Proyek Rumah Sakit
Kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan suaminya, Alwin Basri, memasuki babak baru dengan terungkapnya indikasi intervensi dalam proses tender proyek Rumah Sakit Wongsonegoro (RSWN) tahun 2023. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, seorang saksi kunci memberikan keterangan yang memberatkan.
Junaedi, mantan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Semarang, mengungkapkan bahwa Alwin Basri pernah mempertanyakan mengapa Martono, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang, gagal memenangkan tender proyek RSWN. Pertanyaan tersebut dilontarkan dalam sebuah pertemuan di kediaman Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita.
"Setelah proses tender RSWN tahun 2023, Pak Alwin mempertanyakan mengapa Martono tidak bisa menang," ujar Junaedi kepada majelis hakim. Junaedi menjelaskan bahwa penawaran yang diajukan oleh Martono tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam dokumen tender.
- Dokumen tidak lengkap
- Tidak memenuhi persyaratan teknis
- Penawaran harga tidak sesuai
Usai memberikan penjelasan tersebut, Junaedi mengaku tidak mengetahui lebih lanjut mengenai reaksi Alwin Basri. Namun, tak lama kemudian, Junaedi dimutasi ke posisi Humas Sekretariat DPRD Kota Semarang. Ketika ditanya mengenai kemungkinan mutasi tersebut terkait dengan penolakannya untuk memuluskan proyek bagi Martono, Junaedi enggan berspekulasi.
Selain itu, Junaedi juga mengungkapkan bahwa Martono pernah datang ke kantornya pada akhir tahun 2022 untuk meminta bantuan terkait pengerjaan proyek di RSWN. Permintaan tersebut secara implisit mengarah pada upaya untuk mempermudah proses pemenangan tender.
Kasus dugaan korupsi ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk Hevearita Gunaryanti Rahayu, Alwin Basri, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mereka dengan tiga dakwaan terkait praktik korupsi dengan nilai total mencapai Rp 9 miliar.