Pernyataan Fadli Zon Soal Kekerasan Seksual 1998 Dikecam, Koalisi Sipil Tuntut Permintaan Maaf

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam keras pernyataan Fadli Zon, Menteri Kebudayaan, terkait pernyataannya yang mempertanyakan kebenaran peristiwa kekerasan seksual pada tragedi Mei 1998. Pernyataan tersebut dilontarkan Fadli Zon dan dinilai sebagai sebuah "rumor", sehingga memicu gelombang protes dari berbagai pihak.

Koalisi ini mendesak Fadli Zon untuk segera menarik kembali ucapannya di muka publik, memberikan klarifikasi yang tepat, dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada para korban dan keluarga korban yang terdampak peristiwa pelanggaran berat HAM tersebut. Desakan ini secara khusus ditujukan kepada korban kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998, serta kepada seluruh perempuan Indonesia yang telah berjuang bersama para korban untuk menegakkan keadilan.

Dalam pernyataan resminya, koalisi tersebut menganggap pernyataan Fadli Zon, yang disampaikan dalam sebuah wawancara video berjudul “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah” di kanal YouTube IDN Times pada tanggal 10 Juni, sebagai suatu bentuk manipulasi sejarah yang tidak dapat diterima. Mereka juga menilai bahwa pernyataan tersebut merupakan pelecehan terhadap perjuangan para korban kekerasan seksual Mei 1998, yang telah mengalami trauma dan penderitaan yang mendalam.

Koalisi Sipil Melawan Impunitas menilai bahwa pernyataan yang dilontarkan oleh Fadli Zon sangat berpotensi untuk merusak upaya pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan bagi para korban. Lebih lanjut, mereka khawatir bahwa pernyataan tersebut dapat melanggengkan budaya impunitas, di mana pelaku pelanggaran HAM merasa bebas dari hukuman.

Koalisi menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan, terutama perempuan Tionghoa, dalam Peristiwa Mei 1998 telah didokumentasikan secara sah oleh berbagai lembaga yang berwenang, termasuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM, dan Komnas Perempuan. TGPF, yang dibentuk pada Juli 1998 oleh Presiden BJ Habibie, mencatat adanya setidaknya 85 korban kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, mulai dari pemerkosaan, penganiayaan seksual, hingga pelecehan seksual.

Bahkan, fakta yang lebih mengerikan adalah sebagian besar korban mengalami pemerkosaan secara bergilir (gang rape) di hadapan orang lain, yang menunjukkan betapa brutal dan sistematisnya kekerasan seksual yang terjadi pada saat itu.

Koalisi menyayangkan sikap Fadli Zon yang dinilai tidak memiliki empati terhadap para korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama mereka. Mereka menilai bahwa Fadli Zon telah gagal memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya.

Lebih lanjut, Koalisi menilai bahwa pernyataan Fadli Zon telah mengingkari hasil kerja TGPF, yang telah melakukan investigasi mendalam dan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat mengenai terjadinya kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998. Mereka juga menilai bahwa Fadli Zon telah merendahkan keberadaan Komnas Perempuan, yang dibentuk sebagai respons atas tragedi tersebut melalui Keppres Nomor 181/1998.

Koalisi juga mengkritik keras posisi Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), karena dinilai berpotensi digunakan untuk merevisi sejarah secara sepihak, termasuk mendorong rehabilitasi politik terhadap tokoh-tokoh kontroversial Orde Baru. Kombinasi peran sebagai Menteri Kebudayaan yang tengah merevisi sejarah dan sebagai Ketua GTK, menjadi indikasi kuat adanya agenda besar untuk mengubah arah narasi sejarah nasional, termasuk kemungkinan mendorong rehabilitasi politik terhadap figur-figur bermasalah dari masa Orde Baru.

Selain menuntut permintaan maaf dan pencabutan pernyataan, Koalisi juga mendesak pemerintah untuk membatalkan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK, serta menghentikan proyek penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai menyingkirkan narasi pelanggaran HAM. Koalisi juga menyerukan agar Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Koalisi mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas korban untuk terus mengawal penulisan sejarah nasional, agar tidak jatuh ke dalam narasi yang menyesatkan dan menghapus jejak pelanggaran HAM.