Pernyataan Fadli Zon Soal Kekerasan Seksual 1998 Menuai Kecaman

Pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengenai peristiwa kekerasan seksual yang terjadi pada Mei 1998 menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam pernyataan Fadli Zon yang mempertanyakan kebenaran peristiwa kekerasan seksual pada Mei 1998 dan menyebutnya sebagai "rumor".

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mendesak Fadli Zon untuk segera menarik kembali pernyataannya dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada para korban dan keluarga korban atas pernyataan kontroversialnya tersebut. Mereka menilai pernyataan Fadli Zon tersebut sebagai bentuk pengingkaran terhadap fakta sejarah dan melukai perasaan para korban.

Dalam pernyataan resminya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menilai pernyataan Fadli Zon yang disampaikan dalam sebuah wawancara video di kanal YouTube sebagai tindakan manipulasi sejarah dan pelecehan terhadap perjuangan para korban kekerasan seksual pada Mei 1998. Mereka juga menyatakan bahwa pernyataan tersebut berpotensi melanggengkan budaya impunitas bagi pelaku pelanggaran hak asasi manusia.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menunjuk pada hasil investigasi yang telah dilakukan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM, dan Komnas Perempuan yang secara sah mendokumentasikan terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya perempuan Tionghoa, dalam peristiwa Mei 1998. TGPF yang dibentuk oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1998 mencatat adanya puluhan korban kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, termasuk pemerkosaan, penganiayaan seksual, dan pelecehan. Fakta yang lebih mengerikan adalah sebagian besar korban mengalami pemerkosaan secara bergilir di depan orang lain.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menyayangkan sikap Fadli Zon yang dinilai tidak memiliki empati terhadap para korban dan perempuan yang berjuang bersama mereka. Mereka menilai Fadli Zon gagal memahami dampak dan kekhususan kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya.

Selain itu, pernyataan Fadli Zon juga dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap hasil kerja TGPF dan merendahkan keberadaan Komnas Perempuan yang dibentuk sebagai respons atas tragedi Mei 1998. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga mengkritik posisi Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), karena khawatir jabatan tersebut akan digunakan untuk merevisi sejarah secara sepihak dan merehabilitasi tokoh-tokoh kontroversial dari Orde Baru.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga mendesak pemerintah untuk membatalkan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK dan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai dapat menghilangkan narasi pelanggaran hak asasi manusia. Mereka juga menyerukan kepada Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas korban untuk terus mengawal penulisan sejarah nasional agar tidak terjebak dalam narasi yang menyesatkan dan menghapus jejak pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menekankan bahwa sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari luka para korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia. Mereka juga menambahkan bahwa pengungkapan dan penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM merupakan komitmen untuk membentuk sejarah yang mempersatukan bangsa dan menjadi pembelajaran bagi generasi mendatang.

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara, Fadli Zon mengklaim bahwa tidak ada bukti mengenai peristiwa pemerkosaan massal pada tahun 1998. Dia menyebutkan bahwa peristiwa tersebut hanya berdasarkan rumor dan tidak pernah ada bukti yang konkret. Fadli Zon juga menyatakan bahwa sejarah yang ditulis haruslah sejarah yang mempersatukan bangsa dan mengedepankan pendekatan yang positif.

Pemerintah saat ini sedang menggodok penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan. Fadli Zon menjelaskan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia akan mengedepankan pendekatan positif daripada mencari kesalahan pihak-pihak tertentu dalam sejumlah peristiwa sejarah. Dia berpendapat bahwa mencari-cari kesalahan akan selalu ada dalam setiap zaman dan masa.

  • Desakan Permintaan Maaf
  • Pencabutan Pernyataan Fadli Zon
  • Evaluasi Jabatan Ketua Dewan Gelar
  • Penghentian Proyek Penulisan Ulang Sejarah