Bandara Kertajati: Antara Harapan dan Realita Sepi Penumpang

Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, yang terletak di Majalengka, kembali menjadi sorotan. Sempat digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat, bandara ini justru menghadapi tantangan serius dalam menarik minat penumpang.

Dibangun dengan investasi besar, termasuk kucuran dana APBN sebesar Rp 2,6 triliun melalui Kementerian Perhubungan serta anggaran dari APBD Jawa Barat untuk pembebasan lahan, Kertajati diharapkan menjadi hub penerbangan utama. Namun, realitasnya, bandara ini sepi dan bahkan mengalami kerugian hingga Rp 60 miliar per tahun, akibat pendapatan yang tidak mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan.

Salah satu penyebab utama rendahnya minat penumpang adalah preferensi warga Bandung dan sekitarnya yang lebih memilih Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Meskipun Kertajati telah terhubung dengan Tol Cisumdawu, kemudahan akses ke Halim melalui kereta api, Whoosh, dan jaringan jalan yang semakin baik, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong.

Djoko Setijowarno, pakar transportasi perkotaan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengungkapkan bahwa upaya pemerintah untuk mengalihkan penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung ke Kertajati, tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Warga Bandung tetap lebih memilih Halim atau bahkan Soekarno-Hatta.

Selain faktor preferensi penumpang, Djoko juga menyoroti kurangnya kompetensi pengelola bandara sebagai salah satu penyebab sepinya Kertajati. Ia menyarankan agar pengelolaan bandara diserahkan sepenuhnya kepada Angkasa Pura atau InJourney, yang memiliki pengalaman dan jaringan yang lebih luas di industri penerbangan.

Kurangnya pengalaman PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam mengelola bandara menjadi perhatian utama. Meskipun Angkasa Pura memiliki saham di BIJB, mayoritas saham masih dikuasai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Djoko menyarankan agar BIJB fokus pada pengembangan area darat bandara, termasuk penyediaan transportasi yang memadai menuju dan dari bandara.

Keberadaan Kertajati di kawasan Rebana, yang merupakan wilayah pengembangan metropolitan di Jawa Barat bagian timur, juga belum mampu mendongkrak jumlah penumpang secara signifikan. Penumpang Kertajati sebagian besar berasal dari wilayah sekitar seperti Cirebon, Brebes, Indramayu, dan Majalengka.

Rendahnya minat maskapai penerbangan untuk membuka rute di Kertajati juga menjadi kendala. Maskapai cenderung memilih bandara yang memiliki potensi pasar yang lebih besar dan tingkat keterisian pesawat yang lebih tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam menarik minat maskapai dan meningkatkan promosi Kertajati sebagai destinasi yang menarik.

Bandara Kertajati menghadapi tantangan kompleks yang memerlukan solusi komprehensif. Selain meningkatkan aksesibilitas dan promosi, perbaikan dalam pengelolaan dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait sangat penting untuk mewujudkan potensi Kertajati sebagai bandara internasional yang sukses.