Pernyataan Fadli Zon Soal Kekerasan Seksual 1998 Dikecam, Desakan Permintaan Maaf Menguat

Pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait peristiwa kekerasan seksual yang terjadi pada Mei 1998 menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, yang terdiri dari sejumlah organisasi hak asasi manusia (HAM), mendesak Fadli Zon untuk segera menarik ucapannya dan meminta maaf secara terbuka kepada para korban dan keluarga korban.

Kritik pedas tersebut dilayangkan terkait pernyataan Fadli Zon yang mempertanyakan kebenaran terjadinya kekerasan seksual dalam tragedi Mei 1998. Pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap fakta sejarah dan melukai perasaan para korban serta keluarga yang selama ini berjuang mencari keadilan.

Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan resminya yang dikutip dari laman Kontras, Senin (16/6/2025), menilai bahwa pernyataan Fadli Zon dalam sebuah wawancara video di kanal YouTube IDN Times merupakan bentuk manipulasi sejarah. Lebih lanjut, Koalisi menilai pernyataan Fadli Zon telah mencederai upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi korban serta berpotensi melanggengkan budaya impunitas.

Fakta Kekerasan Seksual dalam Tragedi Mei 1998

Koalisi Sipil menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya etnis Tionghoa, dalam Peristiwa Mei 1998 telah didokumentasikan secara sah oleh berbagai lembaga kredibel. Diantaranya adalah:

  • Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
  • Komnas HAM
  • Komnas Perempuan

TGPF yang dibentuk oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1998 mencatat setidaknya 85 korban kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, termasuk pemerkosaan, penganiayaan seksual, dan pelecehan. Bahkan, banyak korban yang mengalami pemerkosaan secara bergilir di hadapan orang lain.

Pernyataan Fadli Zon Dinilai Tidak Empati dan Merendahkan Komnas Perempuan

Koalisi menilai pernyataan Fadli Zon menunjukkan sikap tidak empati terhadap para korban dan perempuan yang berjuang bersama mereka. Fadli Zon dinilai gagal memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Selain itu, pernyataan Fadli Zon juga dianggap mengingkari hasil kerja TGPF dan merendahkan keberadaan Komnas Perempuan yang dibentuk sebagai respons atas tragedi tersebut.

Kekhawatiran Akan Agenda Revisi Sejarah dan Rehabilitasi Orde Baru

Koalisi juga mengkritik keras posisi Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK). Jabatan tersebut dinilai berpotensi digunakan untuk merevisi sejarah secara sepihak, termasuk mendorong rehabilitasi politik terhadap tokoh-tokoh kontroversial Orde Baru. Kombinasi peran Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan yang tengah merevisi sejarah dan sebagai Ketua GTK, memunculkan kekhawatiran akan adanya agenda besar untuk mengubah arah narasi sejarah nasional.

Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil

Selain menuntut permintaan maaf dan pencabutan pernyataan, Koalisi juga mendesak pemerintah untuk:

  • Membatalkan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK
  • Menghentikan proyek penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai menyingkirkan narasi pelanggaran HAM
  • Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Koalisi mengajak masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas korban untuk terus mengawal penulisan sejarah nasional agar tidak jatuh ke dalam narasi yang menyesatkan dan menghapus jejak pelanggaran HAM.

Sebelumnya, dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengklaim tidak ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998. Ia menyebut peristiwa itu hanya berdasarkan rumor dan tidak pernah ada bukti yang konkret. Padahal, fakta-fakta yang ada telah menunjukkan sebaliknya.