Perjuangan Aufan: Kisah Seorang Anak dengan Hidrosefalus, Crouzon Syndrome, dan Spina Bifida Menghadapi Tantangan Kesehatan Kompleks

Di sebuah rumah sederhana di Maja, Lebak, Dian Nopita meneteskan air mata haru bercampur cemas saat pertama kali dipertemukan dengan Aufan Munadi, putra bungsunya, tiga hari setelah persalinan. Kebahagiaan seorang ibu baru ternodai oleh kenyataan pahit bahwa Aufan lahir dengan kondisi kesehatan yang tidak biasa.

"Awalnya saya langsung syok dan stres. Tekanan darah saya naik tinggi saat melihatnya. Tiga hari tidak diperlihatkan, ya Allah, Masya Allah, saya menangis," ungkap Nopi saat dikunjungi di kediamannya.

Ketiadaan jaminan kesehatan BPJS memaksa Aufan dipulangkan dengan kondisi hidrosefalus yang menyebabkan kepalanya membesar. Kurangnya informasi membuat Nopi terlambat membawa Aufan ke dokter. Ironisnya, Aufan tidak hanya menderita hidrosefalus, tetapi juga didiagnosis dengan dua penyakit langka lainnya: Crouzon Syndrome dan Spina Bifida.

  • Crouzon Syndrome adalah kelainan genetik langka yang memengaruhi perkembangan tulang tengkorak dan wajah bayi.
  • Spina Bifida adalah cacat lahir yang terjadi ketika tabung saraf tidak menutup sepenuhnya selama kehamilan, menyebabkan celah pada tulang belakang.

Sejak usia satu tahun, Aufan telah menjalani serangkaian operasi yang melelahkan. Dua operasi pertama meninggalkan trauma mendalam bagi kedua orang tuanya karena kondisi Aufan sempat kritis.

"Dia lama tidak sadar dan mengalami pendarahan. Hati saya hancur, merasa sendirian dan tidak berdaya. Kami meminta bantuan darah ke PMI karena membutuhkan delapan kantong darah. Alhamdulillah, mukjizat Allah luar biasa, Aufan berhasil melewati masa kritis itu," tutur Nopi dengan suara bergetar.

Namun, cobaan tidak berhenti di situ. Nopi harus menelan pil pahit saat mendengar komentar pedas dari tetangga yang merundung Aufan karena kondisinya yang berbeda.

"Dulu, banyak tetangga yang mengejeknya, mengatakan dia buruk rupa dan cacat. Saya sangat sakit hati dan tidak mau keluar rumah karena perkataan mereka. Tapi sekarang, saya menerima ini sebagai takdir dan anugerah. Saya mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman berharga dalam memperjuangkannya. Dia kuat, dan saya harus lebih kuat," sambungnya dengan tegar.

Saat ini, Nopi dilanda kebimbangan sekaligus rasa syukur. Di satu sisi, ia bersyukur Aufan masih bersamanya. Di sisi lain, ia khawatir karena Aufan harus menjalani operasi ketiga untuk Spina Bifida. Dokter memperingatkan bahwa jika operasi tidak segera dilakukan, Aufan berisiko mengalami disabilitas.

Nopi mengaku masih trauma dengan operasi sebelumnya dan khawatir dengan kondisi Aufan jika kembali menjalani operasi. Selain itu, kondisi ekonomi keluarga juga menjadi kendala. Ayah Aufan hanya bekerja serabutan dan penghasilan keluarga hanya bergantung pada gaji Nopi sebagai guru SD.

"BPJS memang menanggung biaya operasi Aufan, tetapi tidak menanggung biaya transportasi dan akomodasi selama kontrol. Saya juga belum siap secara mental. Saya takut kehilangan Aufan karena pengalaman operasi sebelumnya sangat berat," ujarnya.

Saat ini, Nopi sedang mempersiapkan diri dan berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter. Ia berharap ada dukungan dari berbagai pihak agar Aufan dapat menjalani operasi ketiganya dengan lancar dan terhindar dari risiko kelumpuhan. Uluran tangan dari para dermawan sangat diharapkan untuk membantu Aufan mendapatkan pengobatan yang layak dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.