Keresahan Warga Bandung Meningkat Akibat Populasi Kucing Liar yang Tak Terkendali
Populasi Kucing Liar di Bandung Meningkat, Warga Resah
Keberadaan kucing liar di Kota Bandung menjadi permasalahan yang semakin meresahkan warga. Jumlahnya yang terus bertambah menyebabkan berbagai dampak negatif, mulai dari masalah kebersihan hingga kerusakan properti.
Warga di berbagai wilayah mengeluhkan kondisi ini. Nur Sabrina, seorang warga Kopo, mengungkapkan bahwa kucing liar sudah menjadi pemandangan sehari-hari di lingkungannya. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai puluhan ekor di setiap blok rumah.
"Di rumah saya kebetulan memang cukup banyak kucing liar, bisa puluhan karena di tiap blok pasti ada kucing liar," ujarnya.
Menurut penuturan Nur, peningkatan populasi kucing liar ini bermula dari kebiasaan seorang tetangga yang gemar menolong kucing jalanan. Namun, karena alasan tertentu, kucing-kucing tersebut akhirnya kembali dilepaskan ke jalan.
Kondisi ini sempat menimbulkan konflik antarwarga. Banyak yang merasa terganggu dengan jumlah kucing liar yang semakin banyak, ditambah dengan kotoran yang berserakan di jalanan.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Maulana. Ia sering menemukan kotoran kucing di jalanan dan menduga hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang dibeton, sehingga kucing kesulitan untuk menggali tanah.
"Yang saya tahu kucing itu kalau mau buang kotoran suka gali tanah dulu kan ya, mungkin kalau sekarang tanahnya itu yang disemen atau dibeton. Kucing juga sulit menggali, jadinya terserak begitu saja," ujarnya.
Kerusakan Properti Akibat Kucing Liar
Selain masalah kebersihan, kucing liar juga sering menyebabkan kerusakan properti. Suyanto, seorang tukang servis jok motor di Jalan PHH Mustopa, mengaku sering menerima keluhan dari pelanggan terkait jok motor yang rusak akibat cakaran kucing liar. Ia bahkan menyebut sudah ratusan orang yang datang dengan masalah serupa.
"Udah ratusan yang ke sini, banyak yang ngeluh soal kucing. Soalnya rata-rata sih, kalau kucing mah pasti seneng sama jok," katanya.
Suyanto menambahkan bahwa pada awal tahun 2000-an, populasi kucing liar tidak sebanyak sekarang, sehingga kasus kerusakan jok akibat kucing jauh lebih jarang terjadi. Namun, dengan populasi kucing yang semakin meningkat, masalah ini menjadi semakin sering terjadi.
Overpopulasi dan Dampaknya
Peningkatan populasi kucing liar ini memang menjadi permasalahan serius. Menurut data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung tahun 2022, diperkirakan terdapat sekitar 15.000 ekor kucing liar yang hidup di berbagai sudut kota.
Head of Operations Let's Adopt Indonesia, Carolina Fajar, mengatakan bahwa kucing di Kota Bandung sudah mengalami overpopulasi. Ia menjelaskan bahwa dalam setahun, kucing bisa kawin sebanyak tiga kali dan sekali melahirkan bisa mencapai empat ekor anak kucing. Bahkan, anak kucing tersebut sudah bisa melahirkan lagi saat berumur 6 bulan.
"Memang over populasi, terus berlipat ganda jika tidak disteril, ini terjadi di kota mana saja, jika tidak ditangani. kucing akan terus kawin dan beranak, kucing punya hormon, ketika birahi mereka harus kawin, kalau di manusia dia itu sakau, mereka tak bisa berpikir jernih mereka akan kabur mencari betina," ungkap Carolina.
Carolina juga menambahkan bahwa kucing yang birahi akan mencari makan di tempat sampah dan merobek plastik sampah, mengganggu warga dengan suara berisik saat berkelahi, mencakar jok motor, serta membuang air kecil dan besar sembarangan untuk menandai wilayahnya.
Upaya Pemerintah Kota Bandung
Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPP Kota Bandung, Wilsandy Saefulloh, menjelaskan bahwa program sterilisasi kucing liar dilakukan sebagai langkah pengendalian populasi sekaligus pemetaan persebarannya.
"Jadi sebetulnya kita juga sedang sambil memapping seberapa besar sebetulnya populasi kucing liar di Kota Bandung," ujarnya.
Pada tahun 2024, DKPP bersama komunitas Lest Adopt Indonesia mengadakan program sterilisasi gratis. Program ini akan kembali dilanjutkan tahun 2025 dengan nama 'Kopi Cinta' (Kontrol Populasi Kucing Teridentifikasi Liar) dan direncanakan mulai Agustus, menyasar wilayah dengan populasi kucing liar tinggi dan area perbatasan kota.
Wilsandy juga menegaskan bahwa sterilisasi menjadi pintu masuk untuk pendataan kesehatan hewan. Selain pengendalian populasi, DKPP juga membuka layanan pelaporan bagi masyarakat terkait keberadaan kucing liar atau insiden cakaran dan gigitan, yang akan ditindaklanjuti bersama Dinas Kesehatan. Program ini menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan lingkungan dan mencegah penyakit seperti rabies.
"Sejauh ini, kasus rabies di Kota Bandung masih nol, dan kami ingin itu tetap terjaga," tandasnya.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan populasi kucing liar di Kota Bandung dapat terkendali dan tidak lagi menimbulkan keresahan bagi masyarakat.