DPR Mendesak Penyertaan Tragedi Mei 1998 dalam Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X, yang membidangi pendidikan, kebudayaan, riset, teknologi, dan olahraga, menyuarakan pentingnya memasukkan peristiwa kelam kerusuhan Mei 1998 dalam proses penulisan ulang sejarah nasional. Desakan ini muncul sebagai upaya menjaga memori kolektif bangsa dan mencegah terjadinya penyangkalan sejarah (historical denialism).

Lalu Hadrian Irfani, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menegaskan bahwa tragedi Mei 1998 merupakan bagian integral dari perjalanan bangsa Indonesia dan tidak boleh dihilangkan dari narasi sejarah resmi. Menurutnya, penyertaan peristiwa ini dalam kurikulum pendidikan dan kebijakan kebudayaan adalah langkah krusial untuk memastikan generasi mendatang memahami akar permasalahan dan dampak yang ditimbulkan.

"Tragedi Mei 1998 harus tetap menjadi bagian dari narasi sejarah nasional, termasuk dalam kurikulum dan kebijakan kebudayaan," ujar Lalu, menekankan pentingnya keadilan memori bagi para korban dan keluarga yang terdampak. Lebih lanjut, Komisi X DPR mendorong pemerintah untuk menunjukkan komitmen yang kuat dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998, melalui mekanisme yudisial atau non-yudisial yang menjunjung tinggi martabat dan berpihak pada korban.

DPR juga berjanji untuk mengawal kebenaran sejarah dan memperjuangkan keadilan bagi para korban. Hal ini sebagai wujud tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan. "Kami Komisi X DPR RI sangat berkepentingan untuk menjaga kebenaran sejarah, memperjuangkan keadilan bagi korban, serta memastikan bahwa tragedi serupa tidak terulang di masa depan," tegas Lalu.

Saat ini, pemerintah sedang menjalankan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyampaikan bahwa penulisan ulang ini bertujuan untuk menghasilkan narasi sejarah versi terbaru yang akan diluncurkan pada 17 Agustus 2025. Dalam proses ini, pemerintah berupaya menyajikan sejarah dengan nada yang lebih positif dan konstruktif, bukan sekadar mencari-cari kesalahan di masa lalu.

"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," kata Fadli Zon, menekankan bahwa fokus utama adalah mempersatukan bangsa dan memperkuat kepentingan nasional. Fadli Zon juga menambahkan bahwa penulisan ulang sejarah ini bertujuan untuk menghapus bias-bias kolonial dan menyajikan perspektif yang lebih Indonesia-sentris.