Indonesia Aktif Dorong Standar Ketenagakerjaan Global dalam Konferensi Perburuhan Internasional ke-113

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Yassierli, baru-baru ini menghadiri penutupan Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) sesi ke-113 di Jenewa, Swiss. Acara yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) ini, dihadiri oleh lebih dari 3.000 delegasi dari 168 negara anggota, dan dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal ILO, Gilbert F Houngbo.

Partisipasi aktif Indonesia dalam ILC kali ini, menurut Yassierli, mencerminkan komitmen pemerintah dalam memajukan standar ketenagakerjaan global yang berkeadilan, adaptif, dan berkelanjutan. Indonesia tidak hanya hadir sebagai peserta, namun juga sebagai penggerak dalam merumuskan masa depan dunia kerja secara global, dengan membawa kebijakan nasional ke forum internasional.

Fokus utama ILC ke-113 adalah pembahasan dua standar ketenagakerjaan internasional krusial, yaitu:

  • Konvensi dan Rekomendasi tentang Perlindungan dari Bahaya Biologis di Tempat Kerja: Instrumen ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan pekerja dari risiko paparan virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya di lingkungan kerja. Indonesia telah menyatakan dukungan penuh dan berkomitmen untuk mengintegrasikan prinsip-prinsipnya ke dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional. Perlindungan terhadap risiko biologis dipandang bukan hanya sebagai isu K3, tetapi juga sebagai faktor penting dalam keberlangsungan usaha dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
  • Konvensi tentang Kerja Layak dalam Ekonomi Platform: Konvensi ini, yang rencananya akan difinalisasi pada ILC ke-114 tahun 2026, bertujuan memberikan perlindungan hukum dan sosial kepada pekerja di era digital, seperti pengemudi ojek daring, kurir aplikasi, dan pekerja lepas (freelancer) berbasis platform digital. Pemerintah menyadari bahwa pekerja platform adalah wajah baru dunia kerja yang membutuhkan regulasi untuk menjamin hak, keselamatan dan kesehatan kerja, serta jaminan sosial.

Selama ILC ke-113, delegasi Indonesia menunjukkan keterlibatan yang signifikan, tidak hanya dalam sidang pleno dan komite teknis, tetapi juga dalam berbagai acara sampingan dan forum bilateral. Kekuatan diplomasi ketenagakerjaan Indonesia tahun ini didukung oleh keterlibatan delegasi tripartit yang terdiri dari unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha. Yassierli menyampaikan apresiasi kepada seluruh delegasi Indonesia atas partisipasi aktif mereka.

Dalam forum Committee on the Application of Standards (CAS), Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara yang dibahas karena pelanggaran ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dinilai konsisten dalam menerapkan konvensi dan rekomendasi ILO yang telah diratifikasi, serta terus melakukan perbaikan sistem ketenagakerjaan secara menyeluruh.

Yassierli menyampaikan posisi nasional Indonesia yang menekankan tiga pilar utama pembangunan ketenagakerjaan, yaitu:

  • Penciptaan lapangan kerja (jobs)
  • Pemajuan dan perlindungan hak-hak pekerja (rights)
  • Peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi inklusif (growth)

Upaya ini diwujudkan melalui berbagai program strategis, seperti transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), program pemagangan, pengembangan pekerjaan hijau dan digital, serta perluasan jaminan sosial termasuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Selain itu, Yassierli juga berpartisipasi dalam pertemuan bilateral dan regional dengan Direktur Jenderal ILO, Wakil Menteri Tenaga Kerja Amerika Serikat, serta Pertemuan Tingkat Menteri Ketenagakerjaan ASEAN dan Asia-Pasifik. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia aktif mendorong agenda kerja layak, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI), serta peningkatan representasi negara-negara Asia-Pasifik dalam sistem multilateral.

Yassierli menekankan bahwa hasil ILC ke-113 akan ditindaklanjuti melalui penguatan kebijakan nasional yang dibangun dengan kolaborasi tripartit, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja, daya saing angkatan kerja Indonesia, dan keberlangsungan usaha nasional. Pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan ketenagakerjaan berbasis prinsip kerja layak, perlindungan, dan keadilan sosial yang menjangkau seluruh pekerja, termasuk mereka yang berada di sektor informal dan digital.