Upaya Pelestarian Gua Selomangleng: Konservasi Perdana Situs Bersejarah Kerajaan Kediri
Di jantung Kota Kediri, Jawa Timur, tersembunyi sebuah warisan budaya yang kaya, Gua Selomangleng. Situs ini, yang berasal dari abad ke-11 Masehi pada era Kerajaan Kediri, kini menjadi fokus utama upaya konservasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur.
Gua Selomangleng, yang terletak di Kecamatan Mojoroto, bukan sekadar formasi geologis biasa. Ia adalah saksi bisu sejarah, tempat Dewi Kilisuci, putri mahkota Raja Airlangga, diyakini pernah bertapa. Sebagai cagar budaya, gua ini menyimpan nilai historis dan arkeologis yang tak ternilai.
Sejak 10 Juni 2025, tim BPK Wilayah XI telah terjun langsung ke lokasi, dilengkapi dengan peralatan khusus dan keahlian yang mumpuni. Konservasi ini merupakan langkah penting untuk melindungi, memulihkan, dan memelihara Gua Selomangleng dari berbagai ancaman, baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun faktor alam.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah vandalisme. Aksi tidak bertanggung jawab telah meninggalkan coretan dan kerusakan pada dinding gua, mengancam keaslian dan keindahan situs bersejarah ini. Oleh karena itu, konservasi ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa gua ini tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Tim konservasi bekerja dengan cermat dan hati-hati, membagi tugas untuk membersihkan dan memulihkan berbagai bagian gua.
- Bagian Luar Gua: Fokus pada pembersihan tebing batu andesit setinggi 40 meter yang menjadi akses menuju pintu masuk gua. Kotoran, debu, dan lumut dihilangkan dengan penyemprotan air bertekanan tinggi, dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat kondisi tebing yang curam dan licin.
- Bagian Dalam Gua: Pekerjaan lebih kompleks karena melibatkan banyak artefak kuno. Gua ini terdiri dari empat ruangan yang saling terhubung, dengan ornamen berupa pahatan patung kepala ular naga, relief makara, dan model rumah. Tugas utama adalah membersihkan jelaga hasil pembakaran dupa dan lilin yang menempel di dinding gua selama berabad-abad.
Pembersihan jelaga dilakukan secara manual dengan menggosok bidang per bidang dinding. Namun, untuk coretan cat akibat vandalisme, petugas terpaksa menggunakan cairan kimiawi khusus. Tantangan lainnya adalah tingkat ketebalan jelaga yang sudah menumpuk selama bertahun-tahun, mengingat konservasi ini adalah yang pertama kali dilakukan sejak zaman modern.
Ira Fatmawati, Pamong Budaya Ahli Pertama BPKW XI, menekankan pentingnya konservasi ini sebagai langkah awal untuk menjaga kelestarian Gua Selomangleng. Ia berharap, setelah konservasi ini selesai, semua pihak dapat turut serta menjaga kebersihan dan keutuhan situs bersejarah ini. Selain itu, ia juga mengharapkan adanya penataan dan pemenuhan alat kelengkapan, seperti tempat khusus untuk pembakaran dupa dan lilin, agar praktik ritual dapat dilakukan tanpa merusak gua.
Konservasi Gua Selomangleng bukan hanya sekadar membersihkan dan memulihkan, tetapi juga upaya untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap warisan budaya. Dengan kerjasama dari semua pihak, Gua Selomangleng dapat terus menjadi saksi bisu sejarah dan sumber inspirasi bagi generasi mendatang.