Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam PHK Karyawan Hotel: Industri Perhotelan di Ujung Tanduk

Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam PHK Karyawan Hotel: Industri Perhotelan di Ujung Tanduk

Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan terhadap industri perhotelan di Indonesia. Dampaknya terasa paling keras bagi pekerja harian dan karyawan kontrak di sektor ini, yang kini menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), I Gede Arya Pering, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025). Arya menjelaskan bahwa minimnya okupansi hotel dan penurunan drastis jumlah sewa ruang rapat telah memaksa pengelola hotel untuk menekan pengeluaran. PHK, khususnya bagi pekerja harian, menjadi salah satu langkah efisiensi yang terpaksa diambil.

Lebih lanjut, Arya menjelaskan bahwa pekerja harian, yang umumnya mengisi posisi di sektor Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), merupakan kelompok paling rentan terhadap kebijakan efisiensi ini. Mereka dipekerjakan berdasarkan kebutuhan hotel, sehingga ketika pemasukan menurun, keberadaan mereka menjadi yang pertama dipertimbangkan untuk dikurangi. Kondisi ini diperparah dengan dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang telah mengurangi jumlah kegiatan MICE, sehingga hotel-hotel mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.

Wakil Ketua Umum IHGMA, Garna Sobhara Swara, turut menambahkan keprihatinannya. Ia mengungkapkan bahwa pengurangan pekerja harian sudah mulai dilakukan secara tidak resmi oleh beberapa hotel anggota IHGMA. Jika tren ini berlanjut tanpa evaluasi kebijakan efisiensi pemerintah, Garna memprediksi industri perhotelan akan kembali ke kondisi kritis seperti saat pandemi Covid-19, dengan kemungkinan cuti tanpa gaji (unpaid leave) dan tidak diperpanjangnya kontrak kerja bagi sejumlah posisi.

Garna menekankan bahwa jumlah karyawan yang terdampak PHK bergantung pada sejumlah faktor, termasuk tingkat penurunan pendapatan hotel, ukuran hotel, jenis layanan yang ditawarkan, dan kebijakan manajemen masing-masing hotel. Ia menambahkan bahwa dampaknya bisa sangat bervariasi, mulai dari PHK sebagian kecil karyawan hingga pemutusan hubungan kerja massal tergantung dari kondisi keuangan hotel.

Situasi ini menyoroti dilema yang dihadapi industri perhotelan. Di satu sisi, mereka dipaksa untuk melakukan efisiensi agar tetap bertahan di tengah penurunan pendapatan. Di sisi lain, langkah efisiensi tersebut berdampak langsung pada nasib ribuan pekerja harian dan karyawan kontrak yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Perlu adanya langkah konkret dari pemerintah untuk meringankan beban industri perhotelan dan mencari solusi yang berkelanjutan agar dampak efisiensi anggaran tidak mengakibatkan kerugian sosial yang lebih besar. Selain itu, langkah-langkah strategis juga diperlukan untuk mendorong kembali okupansi hotel dan meningkatkan kegiatan MICE guna meningkatkan pendapatan hotel dan menyelamatkan lapangan kerja.

Situasi ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya. Apakah kebijakan ini telah dikaji secara menyeluruh untuk meminimalisir dampak negatifnya terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat?