Pengelolaan Sampah Nasional: Hampir Separuh Permukiman di Indonesia Belum Terjangkau Layanan Pengangkutan

Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah di seluruh negeri. Data terbaru menunjukkan bahwa layanan pengangkutan sampah belum menjangkau seluruh wilayah permukiman. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan bahwa saat ini, baru sekitar 49 persen permukiman yang terlayani oleh sistem pengangkutan sampah.

Kondisi ini menjadi sorotan utama dalam upaya mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang terpadu, tangguh, dan berkelanjutan pada tahun 2030. Kementerian PUPR telah mengidentifikasi sejumlah langkah percepatan untuk mengatasi masalah ini, termasuk pengembangan infrastruktur berbasis ekonomi sirkular, digitalisasi sistem pengelolaan sampah, dan pembenahan kelembagaan yang terlibat.

Salah satu fokus utama adalah pemanfaatan teknologi digital. Sistem E-Sampah dan penerapan Internet of Things (IoT) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah. Selain itu, inovasi lain seperti Waste to Energy, Smart Waste Tracking System, dan kolaborasi dengan produsen melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR) juga sedang dikembangkan.

Kementerian PUPR juga tengah menjajaki berbagai skema pendanaan untuk memperluas pembiayaan sektor persampahan. Skema-skema tersebut mencakup:

  • Kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU)
  • Business to business (B2B)
  • Kerja sama operasional (KSO)

Sinergi antar pemangku kepentingan, terutama kolaborasi dengan sektor swasta, dinilai krusial untuk mempercepat terwujudnya sistem pengelolaan sampah nasional yang lebih efisien, modern, dan ramah lingkungan.

Selain langkah-langkah strategis tersebut, pemerintah juga terus menjalankan program reguler seperti pembangunan TPA Regional, Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R), serta Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas). Program-program khusus juga digalakkan, termasuk pemanfaatan plastik sebagai campuran aspal, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), dan sistem pengelolaan sampah Refuse Derived Fuel (RDF).

Jumlah sampah yang terangkut setiap harinya mencapai 137.000 ton. Sebagian besar dari sampah tersebut langsung dibuang ke TPA tanpa melalui proses pemilahan. Hal ini semakin memperburuk masalah pengelolaan sampah dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.