Arah Kinerja Emiten Tambang BUMN Pasca Pembagian Dividen: Antara Peluang dan Tantangan
Pekan lalu, tiga emiten pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyelesaikan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS). Pembagian dividen, terutama oleh ANTM dan PTBA, menjadi sorotan utama dalam RUPST tersebut. Lalu, bagaimana prospek kinerja emiten pertambangan BUMN di sisa tahun ini?
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengidentifikasi empat kebijakan domestik yang berpotensi menjadi katalis positif bagi emiten tambang BUMN seperti ANTM, PTBA, dan TINS. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi upaya hilirisasi tambang dan larangan ekspor mineral mentah.
Pemerintah Indonesia berencana untuk terus mendorong hilirisasi logam strategis seperti nikel, bauksit, timah, dan emas. Menurut Suryanata, ANTM dan TINS akan mendapatkan manfaat signifikan karena memiliki ekosistem hilir. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah domestik dan meningkatkan potensi margin.
Katalis positif lainnya adalah insentif energi terbarukan dan permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik (EV). ANTM diuntungkan oleh peta jalan kendaraan listrik (Perpres No. 55/2019) dan proyek baterai EV bersama IBC-LG. PTBA juga terlibat dalam pengembangan PLTU Biomassa dan gasifikasi batu bara yang sejalan dengan peta jalan transisi energi.
Selain itu, potensi penurunan BI Rate, yang mengindikasikan pelonggaran kebijakan moneter, juga dapat mendorong kinerja emiten pertambangan. Proyeksi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI) pada semester II-2025 dapat memberikan sentimen positif bagi pasar modal secara umum, termasuk emiten tambang BUMN.
"Sejumlah proyek PSN terkait infrastruktur energi dan mineral memberi panggung tambahan bagi pemain seperti ANTM dan PTBA, baik sebagai supplier maupun mitra proyek," ujar Suryanata.
Namun, terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan emiten pertambangan BUMN. Salah satunya adalah rencana penerapan pajak progresif dan royalti yang lebih tinggi. Pemerintah sempat mewacanakan revisi tarif royalti progresif untuk batu bara dan logam, yang akan disesuaikan dengan harga pasar global. Kebijakan ini berpotensi mengurangi margin PTBA dan ANTM jika harga komoditas meningkat secara signifikan.
Ketidakpastian perizinan dan moratorium tambang juga dapat menahan kinerja sektor pertambangan. TINS sangat terpengaruh oleh kebijakan tata kelola pertimahan. Pemerintah daerah dan pusat sedang menertibkan pertambangan ilegal, yang memiliki dampak positif namun dapat menahan volume produksi resmi dalam jangka pendek.
Pemerintah juga tengah berupaya mencapai target dekarbonisasi dan mengurangi penggunaan batu bara. Kinerja PTBA dapat tertekan karena komitmen jangka panjang pemerintah untuk menurunkan bauran energi berbasis batu bara. Meskipun permintaan domestik (PLN) masih kuat, prospek jangka panjang dapat terpengaruh.
Ketergantungan pada holding MIND ID dan regulasi BUMN juga dapat menjadi kendala. Sebagai bagian dari MIND ID, kebijakan korporasi seperti konsolidasi aset, divestasi, atau aksi korporasi lainnya dapat ditentukan secara top-down, sehingga mengurangi fleksibilitas strategi masing-masing emiten.