Polemik Larangan Rapat di Hotel: Gubernur Jawa Barat Berbeda Pendapat dengan Mendagri, DPRD Mendukung

Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk tetap melarang pemerintah daerah mengadakan rapat di hotel, meskipun telah diizinkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, memicu perdebatan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat mendukung keputusan tersebut, sementara Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat menyatakan ketidakberdayaannya.

Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, menegaskan bahwa keputusan Gubernur Dedi merupakan wujud konsistensi dalam menjaga efisiensi anggaran daerah. Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan pemangkasan anggaran untuk rapat di hotel dan perjalanan dinas, termasuk kegiatan seperti seminar dan Focus Group Discussion (FGD), dengan total efisiensi mencapai Rp5,1 triliun.

Ono Surono menambahkan bahwa kebijakan Kementerian Dalam Negeri bersifat opsional, bukan kewajiban. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki hak untuk tidak mengikuti kebijakan tersebut dan tetap melarang kegiatan rapat di hotel. Menurutnya, saat ini tidak ada lagi anggaran yang dialokasikan untuk membiayai rapat dinas di lingkungan Pemprov Jawa Barat, meskipun Kemendagri memberikan izin.

Lebih lanjut, Ono Surono berpendapat bahwa selain dianggap sebagai pemborosan, rapat di hotel dinilai kurang relevan dengan permasalahan riil yang dihadapi masyarakat. Ia bahkan menyarankan agar rapat dilakukan langsung di lapangan, di lokasi-lokasi yang menjadi sumber masalah.

"Saya menyarankan rapat digelar di sawah-sawah, permukiman kumuh, gorong-gorong, ataupun sungai. Karena di lokasi-lokasi itulah terdapat persoalan nyata yang mesti dituntaskan oleh Pemprov Jawa Barat," ujarnya.

Di sisi lain, Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad, mengungkapkan bahwa pihaknya hanya bisa berharap pemerintah daerah mengikuti arahan dari Mendagri terkait pelaksanaan kegiatan di hotel dan restoran. Dodi Ahmad juga menanggapi pernyataan Dedi Mulyadi yang tetap melarang kegiatan rapat di hotel. Ia mengaku tidak dapat berbuat banyak.

"Iya itu berarti beda pendapat dengan Mendagri. Saya menyampaikan tadi syukur Alhamdulillah menteri menyampaikan begitu dan mudah-mudahan diikuti oleh gubernur bupati dan wali kota di Jawa Barat," ujarnya.

Dodi Ahmad juga mengakui bahwa anggaran untuk MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) telah direalokasi. Oleh karena itu, ia berharap agar dalam APBD perubahan 2025, anggaran untuk rapat di hotel dapat kembali disediakan.

"Saya berharap di anggaran perubahan atau di 2026 nanti bisa dianggarkan lagi. Itu harapan kami ya, tapi terserah kepada gubernur bupati dan wali kota karena kita tidak punya kewenangan apa-apa," tandasnya.

Gubernur Dedi Mulyadi sendiri telah menegaskan bahwa ia tidak akan mengubah pendiriannya mengenai aturan larangan rapat di hotel, meskipun Mendagri telah mengizinkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk kembali menggelar kegiatan di hotel dan restoran. Dedi Mulyadi tetap meminta seluruh pemerintah daerah, pejabat di tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota, untuk mengadakan kegiatan maupun rapat di kantor masing-masing.

"Terkait kebijakan dibolehkannya kembali Pemda untuk rapat di hotel, maka Pemprov Jabar tetap memutuskan dan meminta seluruh bupati wali kota kita rapat menggunakan kantor yang ada," kata Dedi pada 12 Juni.

"Jadi saya sebagai Gubernur Jabar meminta ke seluruh bupati dan wali kota, kita tetap menjalankan pemerintahan dengan fasilitas gedung kantor yang kita miliki," kata dia.