Memahami dan Mengatasi Trauma: Telaah Psikologis tentang *Survivor Guilt*

Rasa syukur bercampur duka mendalam seringkali menghantui mereka yang selamat dari peristiwa tragis seperti kecelakaan, bencana alam, atau konflik bersenjata. Kondisi psikologis ini dikenal sebagai survivor guilt, sebuah beban emosional yang kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam.

Psikolog Yustinus Joko Dwi Nugroho menjelaskan bahwa survivor guilt adalah perasaan bersalah yang dialami seseorang karena berhasil selamat dari situasi berbahaya, sementara orang lain tidak. Perasaan ini seringkali disertai dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Mengapa saya yang selamat?" atau "Apa yang bisa saya lakukan untuk mencegahnya?"

Akar Permasalahan Survivor Guilt

Beberapa faktor psikologis dapat memicu munculnya survivor guilt:

  • Empati yang Tinggi: Individu dengan tingkat empati yang tinggi cenderung merasakan penderitaan orang lain secara mendalam, sehingga merasa ikut bertanggung jawab atas tragedi yang terjadi.
  • Distorsi Kognitif: Keyakinan bahwa seseorang seharusnya dapat melakukan sesuatu untuk mencegah tragedi, meskipun dalam kenyataannya hal tersebut di luar kendali mereka. Pikiran-pikiran seperti "Seandainya saja saya..." atau "Mengapa saya tidak melakukan..." dapat memperburuk perasaan bersalah.
  • Kebutuhan akan Makna: Dalam menghadapi peristiwa traumatis yang sulit dipahami, menyalahkan diri sendiri dapat menjadi cara bagi pikiran untuk mencari penjelasan dan kontrol atas situasi yang tidak terkendali.
  • Nilai Moral dan Pengorbanan: Individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral kolektif atau pengorbanan diri mungkin merasa bersalah karena tidak dapat berbuat lebih banyak untuk membantu orang lain.

Langkah-Langkah Pemulihan

Mengatasi survivor guilt membutuhkan proses yang bertahap dan dukungan yang tepat. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu:

  • Psikoterapi: Terapi dapat membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang berkontribusi pada perasaan bersalah. Teknik reframing dapat membantu mengubah perspektif terhadap situasi dan mengembangkan pandangan yang lebih sehat.
  • Menulis Perasaan: Mengungkapkan emosi melalui tulisan dapat menjadi cara yang efektif untuk memproses rasa bersalah dan mengurangi beban emosional. Menulis jurnal atau surat kepada diri sendiri dapat membantu mengurai pikiran dan perasaan yang terpendam.
  • Latihan Mindfulness: Melatih kesadaran diri dan menerima kenyataan dengan utuh dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi emosi yang sulit. Mindfulness membantu individu untuk fokus pada saat ini dan mengurangi kecenderungan untuk terjebak dalam pikiran negatif tentang masa lalu.
  • Self-Compassion: Bersikap lembut dan penuh kasih sayang terhadap diri sendiri sangat penting dalam proses pemulihan. Menyadarai bahwa semua orang melakukan kesalahan dan berhak mendapatkan dukungan dapat membantu mengurangi perasaan bersalah dan meningkatkan self-esteem.
  • Support Group: Berbagi pengalaman dengan sesama penyintas dapat memberikan rasa aman, dukungan, dan validasi. Mendengar cerita orang lain yang mengalami hal serupa dapat membantu individu merasa tidak sendirian dan termotivasi untuk melanjutkan proses pemulihan.
  • Mencari Makna Baru: Melibatkan diri dalam kegiatan sosial atau kegiatan yang bermakna dapat membantu individu menemukan tujuan baru dalam hidup dan mengurangi fokus pada peristiwa traumatis di masa lalu.

Peran Keluarga dan Orang Terdekat

Dukungan dari keluarga dan orang terdekat sangat penting dalam membantu penyintas mengatasi survivor guilt. Keluarga dapat memberikan dukungan dengan menjadi pendengar yang baik, memberikan validasi emosional, dan mendorong penyintas untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Dampak Jangka Panjang

Jika tidak ditangani dengan tepat, survivor guilt dapat berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau depresi klinis. Oleh karena itu, penting untuk mencari bantuan profesional jika mengalami gejala survivor guilt yang berkepanjangan dan mengganggu fungsi sehari-hari.