Kades di Cirebon Jadi Sorotan Usai Aksi Nyawer di Klub Malam: Pembelaan Diri Sang Kepala Desa
Aksi seorang kepala desa (Kades) bernama Casmari di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, baru-baru ini memicu perdebatan di dunia maya. Video yang memperlihatkan dirinya tengah asyik menghambur-hamburkan uang di sebuah klub malam menjadi viral dan menuai beragam komentar dari warganet. Menanggapi kehebohan yang terjadi, Casmari memberikan klarifikasi terkait tindakannya tersebut.
Dalam keterangannya, Casmari mengakui bahwa dirinya memang terlibat dalam aksi sawer di klub malam seperti yang terlihat dalam video yang beredar. Ia menyebut bahwa kejadian tersebut berlangsung secara spontan dan tanpa perencanaan sebelumnya. Lebih lanjut, Casmari menegaskan bahwa uang yang ia gunakan untuk bersenang-senang tersebut adalah uang pribadinya, bukan dana desa atau anggaran publik lainnya. Ia mengaku memiliki sumber penghasilan lain di luar jabatannya sebagai kepala desa.
"Saya khilaf, suasana di diskotek memang ramai dan bising, jadi terbawa suasana," ujarnya, berusaha menjelaskan situasinya. Ia juga menambahkan bahwa dirinya telah lama berkecimpung dalam bisnis jual beli tanah dan memiliki aset pribadi yang cukup untuk membiayai gaya hidupnya.
Casmari juga menepis anggapan bahwa dirinya menggunakan uang hasil jabatannya sebagai kepala desa untuk kepentingan pribadi. Ia mengklaim bahwa selama menjabat sejak tahun 2024, seluruh gajinya justru dialokasikan untuk kegiatan sosial dan pembangunan desa. Pada tahun pertama, gajinya disumbangkan kepada fakir miskin dan anak yatim. Sementara di tahun kedua, dana tersebut dialokasikan untuk program perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) dan perbaikan infrastruktur jalan yang belum terjangkau oleh dana desa.
Pengakuan Casmari ini tentu saja semakin menambah kompleksitas permasalahan. Meskipun ia telah memberikan penjelasan dan pembelaan diri, publik masih memiliki pandangan yang beragam. Beberapa pihak menilai bahwa tindakan Casmari tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik, sementara yang lain berpendapat bahwa itu adalah hak pribadinya selama tidak menggunakan uang negara. Kontroversi ini menjadi pengingat bagi para pejabat publik untuk selalu menjaga citra dan perilaku mereka di mata masyarakat.