Keresahan Warga Muara Angke di Tengah Ancaman Banjir Rob Harian

Derita Warga Muara Angke Diterjang Banjir Rob: Antara Harapan dan Pasrah

Banjir rob masih menjadi momok menakutkan bagi warga Muara Angke, Jakarta Utara. Keresahan mendalam terpancar dari wajah-wajah yang setiap hari harus bergelut dengan air laut yang meluap. Kondisi geografis yang lebih rendah dari permukaan laut menjadikan wilayah ini rentan terhadap banjir rob yang datang silih berganti.

Di Jalan Dermaga Ujung, pada hari Sabtu (14/6/2025), pukul 12.00 WIB, genangan air setinggi 10 cm memaksa pengendara sepeda motor menerjang banjir. Rumah-rumah yang berdiri sekitar 200 meter dari bibir pantai ditinggikan, sebuah upaya preventif agar air tidak mudah masuk ke dalam tempat tinggal.

Namun, usaha ini tidak sepenuhnya berhasil. Ameh, Ketua RT 05, mengungkapkan bahwa warga setiap hari diliputi kecemasan. Mereka tidak pernah tahu kapan air akan datang dan seberapa besar dampaknya. Banjir rob bukan lagi fenomena sporadis, melainkan rutinitas yang mengganggu kehidupan sehari-hari. "Kita tiap hari waswas, ini besok banjirnya gede nggak ya, karena air bisa dateng tiap hari dan kita nggak tahu kapan waktunya," ujarnya dengan nada prihatin.

Kerusakan infrastruktur menjadi pemandangan umum. Jalanan rusak, rumah-rumah kumuh tak terawat, bahkan ada yang ditinggalkan pemiliknya. Barang-barang elektronik seperti televisi dan kulkas menjadi korban keganasan air laut. Warga terpaksa meletakkan barang-barang berharga di atas meja atau bangku, meskipun solusi ini tidak selalu efektif ketika air pasang meninggi.

Di tengah kesulitan tersebut, secercah harapan muncul ketika Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengunjungi Muara Angke dan menjanjikan pembangunan tanggul. Ameh dan warga lainnya menyambut baik rencana ini. Mereka berharap tanggul dapat segera terwujud, idealnya sebelum Desember.

Namun, ada dilema yang menghantui. Pindah dari Muara Angke bukan pilihan mudah. Ameh, misalnya, lebih memilih bertahan di rumahnya sendiri meskipun harus berhadapan dengan banjir rob setiap hari. Biaya sewa kontrakan atau rumah susun menjadi penghalang utama.

Hal senada diungkapkan oleh Lela (52), yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di Muara Angke. Selain faktor biaya, adaptasi dengan lingkungan baru juga menjadi pertimbangan. "Dari muda saya di sini. Kalau pindah, butuh biaya, mindahin barang, adaptasi lagi. Udah biasa juga banjir di sini," tuturnya.

Sri (46), yang telah tinggal di Muara Angke selama 20 tahun terakhir, juga merasakan hal yang sama. Ia mengaku sudah terbiasa dengan banjir rob dan tidak berniat untuk pindah. Baginya, bertahan di Muara Angke adalah pilihan yang lebih realistis.

Harapan di Tengah Kepasrahan

Kisah warga Muara Angke adalah potret kehidupan masyarakat pesisir yang berjuang di tengah keterbatasan. Banjir rob telah merenggut kenyamanan dan harta benda mereka. Namun, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala. Di balik kepasrahan, tersimpan harapan akan masa depan yang lebih baik, masa depan di mana mereka tidak lagi dihantui oleh ancaman banjir rob setiap hari.

Daftar Kerugian Akibat Banjir Rob

  • Kerusakan infrastruktur jalan dan rumah
  • Kerusakan barang elektronik dan perabotan rumah tangga
  • Gangguan aktivitas sehari-hari
  • Ancaman kesehatan akibat air kotor
  • Penurunan nilai ekonomi wilayah

Upaya Mitigasi Banjir Rob yang diharapkan warga

  • Pembangunan tanggul penahan air laut
  • Peningkatan drainase
  • Relokasi warga ke tempat yang lebih aman (dengan kompensasi yang layak)
  • Peningkatan kesadaran masyarakat tentang mitigasi bencana
  • Penyediaan bantuan darurat saat banjir terjadi