Bandara Kertajati Merugi Puluhan Miliar Rupiah: Beban Daerah di Tengah Minimnya Penumpang

Bandara Kertajati: Antara Ambisi dan Realita Kerugian

Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, yang digadang-gadang sebagai kebanggaan Jawa Barat, kini justru menjadi sumber kekhawatiran. Gubernur Jawa Barat mengungkapkan bahwa operasional bandara ini telah membebani keuangan daerah dengan kerugian mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya. Kondisi ini kontras dengan harapan awal yang membayangkan Kertajati sebagai motor penggerak ekonomi wilayah.

Bandara yang terletak di Majalengka ini, dengan luas lahan mencapai 1.800 hektare, dilengkapi dua landasan pacu dan terminal penumpang seluas 121.000 meter persegi, serta terminal kargo seluas 90.000 meter persegi. Namun, fasilitas megah ini belum dimanfaatkan secara optimal akibat minimnya aktivitas penerbangan. Alih-alih memberikan keuntungan, bandara ini justru merugi hingga Rp 60 miliar per tahun karena pendapatan yang tidak mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan.

Kepemilikan dan Upaya Penyelamatan

Bandara Kertajati dioperasikan oleh PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013. Saham mayoritas BIJB dipegang oleh Pemprov Jawa Barat (83,88%), diikuti oleh PT Angkasa Pura II (13,78%). Sejumlah kecil saham juga dimiliki oleh Kopkar Praja (1,65%) dan Jasa Sarana (0,69%), yang juga terafiliasi dengan Pemprov Jabar.

Sebagai pemilik aset, BIJB telah berupaya mencari investor strategis untuk berkolaborasi dalam pengelolaan bandara. Namun, beberapa investor asing dikabarkan mundur dari proses negosiasi maupun tender, menambah tantangan dalam upaya meningkatkan kinerja Kertajati.

Sejarah Panjang dan Polemik Pembangunan

Pembangunan Bandara Kertajati telah menjadi wacana sejak lama, bahkan sejak era Gubernur Ahmad Heryawan dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek ini sejak awal menuai berbagai kritik, salah satunya terkait lokasi bandara yang dianggap terlalu jauh dari pusat Kota Bandung, yang merupakan basis utama calon penumpang pesawat di Jawa Barat.

Di era Presiden Joko Widodo, pembangunan Kertajati tetap dilanjutkan meskipun kritik terus bermunculan. Proyek ini bahkan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembangunan dimulai pada tahun 2015 dan selesai pada tahun 2017, dengan dana APBN yang digelontorkan mencapai Rp 2,6 triliun. Angka ini belum termasuk biaya pembebasan lahan yang ditanggung oleh APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Realita Sepi Penumpang

Kenyataan yang dihadapi Bandara Kertajati saat ini jauh dari harapan. Target penumpang yang ditetapkan jauh meleset. Awalnya, bandara ini diproyeksikan mampu melayani 12 juta penumpang per tahun pada tahun 2024, dan mencapai 29,3 juta penumpang per tahun pada tahun 2032. Namun, data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, jumlah penumpang yang datang dan pergi melalui Kertajati hanya mencapai 413.240 orang. Dari jumlah tersebut, 82,8% merupakan penerbangan domestik, sementara 17,2% adalah penerbangan internasional.

Jika dibandingkan dengan target 12 juta penumpang per tahun, realisasi volume penumpang Kertajati pada tahun 2024 hanya sekitar 3% saja. Bahkan, pada tahun 2023, jumlah penumpang yang tercatat lebih sedikit lagi, hanya 135.535 orang.