Bandara Kertajati: Antara Mimpi Besar dan Realitas Kerugian

Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, sebuah proyek ambisius yang menelan dana triliunan rupiah, kini menjadi sorotan karena terus menerus merugi. Alih-alih menjadi pusat penerbangan yang ramai, bandara ini justru menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat.

Kritik pedas dilontarkan oleh sejumlah pihak, termasuk mantan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebut Bandara Kertajati seperti "peuteuy selong", sebuah istilah Sunda yang menggambarkan sesuatu yang besar namun kosong. Menurutnya, pengelola bandara harus nombok hingga Rp 60 miliar setiap tahunnya karena pendapatan yang minim tak mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan.

Sejarah Panjang dan Polemik

Ide pembangunan Bandara Kertajati sebenarnya sudah muncul sejak lama, bahkan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, proyek ini sejak awal telah menuai berbagai polemik, salah satunya adalah lokasinya yang dianggap terlalu jauh dari pusat Kota Bandung, yang merupakan sumber utama penumpang pesawat di Jawa Barat.

Meski demikian, pemerintah tetap melanjutkan proyek ini, dan pembangunannya dieksekusi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bandara Kertajati bahkan dimasukkan ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembangunan dimulai pada tahun 2015 dan selesai pada tahun 2017, dengan kucuran dana dari APBN mencapai Rp 2,6 triliun, belum termasuk biaya pembebasan lahan yang ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Realitas yang Jauh dari Harapan

Namun, kenyataan yang terjadi jauh dari harapan. Bandara Kertajati sepi penumpang, dan target yang ditetapkan meleset jauh. Awalnya, bandara ini diproyeksikan mampu melayani hingga 12 juta penumpang per tahun pada tahun 2024, dan mencapai 29,3 juta penumpang per tahun pada tahun 2032.

Pada tahun 2024, jumlah penumpang yang melalui Bandara Kertajati hanya mencapai 413.240 orang, dengan 82,8% merupakan penerbangan domestik dan 17,2% penerbangan internasional. Artinya, volume penumpang hanya mencapai sekitar 3% dari target yang ditetapkan.

Upaya Mencari Investor Strategis

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan pengelola bandara telah berupaya mencari investor strategis. Sempat ada calon investor asing dari India dan Arab Saudi yang tertarik untuk berinvestasi di Bandara Kertajati. Namun, kedua investor tersebut gagal dalam proses tender pengelolaan bandara.

Menurut Direktur Utama PT BIJB, calon investor dari India tidak berhasil memasukkan proposal investasi hingga batas waktu yang ditentukan. Sementara itu, investor asal Arab Saudi sudah memasukkan proposal, namun tidak memenuhi sejumlah persyaratan investasi yang ditetapkan.

Evaluasi dan Harapan Masa Depan

Meskipun demikian, pengelola bandara tidak menyerah. Mereka berencana untuk melakukan evaluasi terhadap penyebab kegagalan investor asing dalam tender sebelumnya. Dengan demikian, diharapkan proses investasi selanjutnya akan lebih mudah direalisasikan.

Vice President Corporate Secretary and General Administration BIJB Dian Nurrachman menambahkan bahwa calon investor yang gagal dalam tender sebelumnya masih berpeluang untuk mengajukan kembali minat investasi jika BIJB membuka kembali tender di masa depan.

Selain investor dari India dan Arab Saudi, sebelumnya juga ada sejumlah investor asing dari Singapura dan Uni Emirat Arab (UAE) yang berminat untuk berinvestasi di Bandara Kertajati. Namun, prosesnya belum mencapai tahap investasi seperti halnya investor dari India dan Arab Saudi.

Kegagalan menarik investor dan minimnya jumlah penumpang menjadi tantangan besar bagi Bandara Kertajati. Diperlukan strategi yang lebih komprehensif dan inovatif untuk menghidupkan kembali bandara ini dan mewujudkan potensi sebagai pusat penerbangan yang strategis di Jawa Barat.