Status Kewarganegaraan Hambali Dipertanyakan: Pemerintah Indonesia Menunggu Kejelasan Dokumen

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih menghadapi ketidakpastian terkait status kewarganegaraan Encep Nurjaman Riduan Isamuddin, yang lebih dikenal sebagai Hambali. Keraguan ini muncul karena saat penangkapannya di Thailand, Hambali tidak menunjukkan paspor Indonesia, melainkan paspor Spanyol dan Thailand.

"Hambali saat ditangkap tidak membawa paspor Indonesia, melainkan paspor Spanyol dan Thailand. Hingga saat ini, kami belum memiliki data yang valid dan dokumen resmi yang dapat membuktikan status kewarganegaraannya sebagai Warga Negara Indonesia," ungkap Yusril dalam keterangan tertulisnya.

Situasi ini mempersulit upaya pemerintah Indonesia untuk menentukan status kewarganegaraan Hambali, terutama karena ia telah ditahan oleh Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba, sejak tahun 2006. Yusril menekankan bahwa Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, seorang WNI yang dengan sukarela memperoleh kewarganegaraan lain dan memegang paspor negara lain, secara otomatis kehilangan status kewarganegaraan Indonesianya.

Pasal 23 dalam undang-undang tersebut secara jelas menyatakan bahwa seseorang dapat kehilangan kewarganegaraannya jika ia memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. Jika Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah mengajukan permohonan untuk kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia tidak lagi dianggap sebagai WNI. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah Indonesia berhak, berdasarkan UU Keimigrasian, untuk menolak masuk warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara.

"Sesuai dengan hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita," tegas Yusril. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resmi terkait Hambali sebelum mengambil sikap lebih lanjut.

Latar Belakang Hambali

Hambali, yang lahir pada 4 April 1964, diyakini sebagai tokoh kunci yang menghubungkan Jemaah Islamiyah (JI) dengan jaringan teroris Al Qaeda di Asia Tenggara. Ia diduga kuat sebagai dalang di balik serangkaian aksi terorisme, termasuk:

  • Bom Bali 2002: Serangan yang menghancurkan Sari Club dan Paddy's Bar, menewaskan 202 orang.
  • Serangan Bom di Depan Rumah Dubes Filipina: Aksi teror pada 1 Agustus 2000 yang didanai oleh Hambali.
  • Serangan Bom di Atrium Senen: Peristiwa pada 1 Agustus 2001 yang juga diduga melibatkan Hambali.
  • Bom Kedutaan Besar Australia (9 September 2004)
  • Bom Bali 2 (1 Oktober 2005)
  • Bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009)

Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand, pada 14 Agustus 2003. Setelah ditahan di penjara rahasia CIA, ia dipindahkan ke penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, pada September 2006.