Sengketa Empat Pulau: Potensi Migas di Wilayah Perbatasan Aceh dan Sumatera Utara Belum Terpetakan
Sengketa Empat Pulau: Potensi Migas di Wilayah Perbatasan Aceh dan Sumatera Utara Belum Terpetakan
Isu mengenai potensi minyak dan gas (migas) di empat pulau yang kini menjadi bagian dari wilayah administratif Sumatera Utara (Sumut) masih menjadi perdebatan. Pulau-pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, sebelumnya berada di bawah naungan Kabupaten Aceh Singkil. Peralihan status administratif ini menimbulkan pertanyaan mengenai potensi sumber daya alam yang mungkin terkandung di dalamnya.
Pemerintah Aceh, melalui Gubernur Muzakir Manaf (Mualem), menyatakan belum dapat memberikan kepastian terkait potensi migas di keempat pulau tersebut. Pernyataan ini disampaikan usai pertemuan dengan delegasi Forbes DPR/DPD RI di Banda Aceh. Mualem hanya memberikan jawaban singkat bahwa hal tersebut merupakan “harta karun”, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Bupati Aceh Singkil, Safriadi Oyon, yang mengaku belum mendapatkan informasi yang memadai mengenai potensi migas di wilayah tersebut.
Perubahan status administratif empat pulau ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Keputusan tersebut menetapkan bahwa keempat pulau tersebut kini berada di bawah yurisdiksi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Keputusan ini menjadi dasar hukum bagi perubahan administrasi wilayah.
Safriadi Oyon menjelaskan bahwa secara historis, pulau-pulau tersebut memiliki keterkaitan erat dengan masyarakat Aceh. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat edaran Agraria tahun 1965 dan keberadaan pohon kelapa yang menjadi ciri khas wilayah Aceh. Selain itu, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh Singkil, keempat pulau tersebut masih tercatat sebagai bagian dari wilayah Aceh. Di pulau-pulau tersebut juga terdapat bangunan-bangunan yang menjadi bukti keberadaan masyarakat, seperti pelabuhan, mushala, dan rumah-rumah penduduk.
Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Nasri Djalal, menjelaskan bahwa keempat pulau tersebut tidak termasuk dalam Wilayah Kerja (WK) Offshore West Aceh (OSWA) yang berada di bawah kewenangan BPMA. Meskipun demikian, Nasri mengakui bahwa secara geografis, keempat pulau tersebut berdekatan dengan WK OSWA. Untuk mengidentifikasi potensi migas di wilayah tersebut, Nasri menekankan pentingnya dilakukan survei awal dan akuisisi data seismik. Tanpa data seismik yang memadai, evaluasi potensi migas tidak dapat dilakukan secara komprehensif.
Saat ini, Conrad Asia Energy Ltd telah memenangkan lelang Wilayah Kerja Offshore North West Aceh (ONWA) atau Blok Meulaboh, serta Offshore South West Aceh (OSWA) atau Blok Singkil. Kedua blok migas ini diproyeksikan memiliki sumber daya yang signifikan. Potensi di Blok Singkil diperkirakan mencapai 296 miliar kaki kubik gas (BCF), sedangkan Blok Meulaboh memiliki potensi minyak bumi sebesar 192 juta barrel minyak (MMBO) dan potensi gas sebesar 1,1 triliun kaki kubik gas (TCF). Potensi hidrokarbon ini berada di Wilayah Kerja OSWA (Blok Singkil) seluas 8.200 km persegi, dan ONWA (Blok Meulaboh) seluas 9.200 km persegi, dengan risiko geologi rata-rata moderate to high risk, terutama terkait keberadaan source rock.
Berikut poin-poin penting dari berita ini:
- Sengketa wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara terkait empat pulau.
- Ketidakpastian potensi migas di pulau-pulau tersebut.
- Perubahan status administratif berdasarkan Kepmendagri.
- Keterkaitan historis pulau-pulau tersebut dengan Aceh.
- Pentingnya survei seismik untuk evaluasi potensi migas.
- Potensi migas di blok-blok sekitar pulau-pulau tersebut.