Gejolak Timur Tengah Memicu Kepanikan di Wall Street: Investor Berhamburan Menjual Aset Berisiko

Aksi jual besar-besaran melanda Wall Street pada hari Jumat, dipicu oleh kekhawatiran mendalam atas konflik yang meningkat antara Israel dan Iran. Serangan udara yang dilancarkan Israel ke wilayah Iran memicu respons negatif dari para investor, yang bergegas melepaskan aset-aset berisiko di tengah ketidakpastian geopolitik yang meningkat.

Indeks Dow Jones Industrial Average mengalami penurunan tajam sebesar 769,83 poin, atau 1,79 persen, berakhir pada level 42.197,79. Senasib dengan Dow Jones, indeks S&P 500 juga tertekan, turun 1,13 persen menjadi 5.976,97, sementara Nasdaq Composite melemah 1,30 persen, mencapai posisi 19.406,83. Perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka seperti Nvidia, yang sebelumnya menjadi motor penggerak reli pasar sejak April, turut merasakan dampaknya, dengan saham mereka anjlok seiring dengan aksi jual yang meluas.

Kepanikan pasar dipicu oleh serangkaian peristiwa yang berkembang pesat. Pernyataan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengenai keadaan darurat khusus setelah serangan ke Iran, menjadi katalis utama. Menyusul hal ini, Pasukan Pertahanan Israel mengklaim bahwa Iran telah meluncurkan rudal ke arah Israel sebagai balasan, memperburuk sentimen negatif di kalangan investor. Eskalasi ini terjadi di tengah laporan bahwa Iran telah menarik diri dari putaran perundingan nuklir dengan Amerika Serikat yang direncanakan.

Di tengah kekacauan, saham-saham di sektor energi dan pertahanan justru mengalami peningkatan. Exxon mencatat kenaikan sebesar 2 persen, sementara Lockheed Martin dan RTX masing-masing melonjak lebih dari 3 persen. Lonjakan harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI), yang naik lebih dari 7 persen, semakin menambah kekhawatiran tentang potensi dampak inflasi.

Mark Malek, Kepala Investasi di Siebert Financial, memperingatkan bahwa konflik ini menambah lapisan kompleksitas pada berbagai masalah yang sudah membebani pasar. Kenaikan harga minyak mentah, jika berlanjut, hampir pasti akan berdampak langsung pada angka inflasi, yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.

Sentimen pasar yang rapuh juga tercermin dalam komentar-komentar dari mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mendesak Iran untuk mencapai kesepakatan nuklir sebelum "semuanya hancur." Trump sebelumnya memberikan ultimatum 60 hari kepada Iran untuk menyepakati perjanjian nuklir, yang menurutnya telah terlampaui.

Terlepas dari gejolak di pasar saham, survei University of Michigan menunjukkan peningkatan sentimen konsumen pada bulan Juni. Survei tersebut mencatat kenaikan menjadi 60,5, jauh di atas perkiraan Dow Jones yang hanya 54. Namun, penurunan tajam pada hari Jumat menyeret seluruh indeks utama ke zona merah untuk pekan ini. S&P 500 turun 0,4 persen, Nasdaq merosot 0,6 persen, dan Dow Jones melemah 1,3 persen selama sepekan.

Berikut adalah daftar poin penting yang dapat ditarik dari berita ini:

  • Serangan Israel ke Iran memicu aksi jual di Wall Street.
  • Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Composite mengalami penurunan.
  • Saham-saham teknologi terkemuka seperti Nvidia ikut tertekan.
  • Saham energi dan pertahanan justru menguat.
  • Harga minyak mentah melonjak, memicu kekhawatiran inflasi.
  • Mantan Presiden Trump mendesak Iran untuk mencapai kesepakatan nuklir.
  • Sentimen konsumen meningkat, tetapi tidak cukup untuk menahan penurunan pasar.

Daftar Perusahaan yang Disebutkan

  • Nvidia
  • Exxon
  • Lockheed Martin
  • RTX

Daftar Indeks Saham yang Disebutkan

  • Dow Jones Industrial Average
  • S&P 500
  • Nasdaq Composite