Danantara Tegaskan PLN Berikan Kontribusi Dividen, Bantah Isu Kerugian

Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) menepis anggapan bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero mengalami kerugian. Penegasan ini disampaikan oleh Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara, Rosan P. Roeslani, dalam sebuah acara diskusi bertajuk Meet the Leaders yang diadakan di Universitas Paramadina, Jakarta.

Dalam sesi tanya jawab dengan mahasiswa, Rosan menanggapi pertanyaan mengenai pemberitaan media yang menyebutkan PLN merugi. Mahasiswa tersebut mempertanyakan bagaimana mungkin perusahaan listrik negara itu merugi, padahal masyarakat Indonesia secara rutin membayar tagihan listrik. Menanggapi hal ini, Rosan menjelaskan bahwa PLN tetap memberikan kontribusi dividen, sehingga secara teknis tidak dapat dikatakan merugi.

"Intinya, PLN ini sebenarnya tidak merugi karena ada kontribusi dari segi dividen. Jadi, tidak merugi," tegas Rosan.

Rosan menambahkan bahwa PLN memiliki tanggung jawab untuk membangun infrastruktur listrik hingga ke pelosok daerah, termasuk daerah terpencil dan pegunungan, bahkan hingga Papua. Hal ini mengharuskan PLN melakukan subsidi silang untuk memastikan pemerataan akses listrik di seluruh Indonesia. Lebih lanjut, Rosan menekankan bahwa peran PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak hanya terbatas pada pencarian keuntungan, tetapi juga sebagai agen pembangunan.

"PLN ini tidak rugi. Perannya tidak semata-mata sebagai value creation, tetapi juga agent of development. Ada peran lain BUMN, tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga meningkatkan pembangunan di negara yang kita cintai ini," jelasnya.

Rosan meyakini bahwa di masa depan, PLN akan semakin efisien, produktif, dan memiliki manajemen yang lebih baik. Hal ini seiring dengan fokus PLN pada pengembangan sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Ia mencontohkan bahwa pada tahun 2034, PLN berencana untuk menggunakan EBT sebagai sumber energi untuk 76 persen pembangkit listriknya.

"Memang di awal, biaya relatif lebih tinggi. Tapi, dalam jangka panjang, akan memiliki dampak yang sangat positif. Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, bahkan berencana untuk lebih ambisius pada tahun 2050. Pekerjaan rumah ini harus kita kerjakan dari sekarang," imbuh Rosan.

Sebelumnya, Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly, mengungkapkan bahwa pendapatan PLN berpotensi mengalami penurunan sebesar Rp 5 triliun setiap bulan akibat program diskon tarif listrik sebesar 50 persen. Program ini merupakan bagian dari stimulus ekonomi sebagai respons terhadap kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Diskon tarif listrik ini diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya terpasang antara 450 hingga 2.200 volt ampere (VA), yang mencakup sekitar 81,4 juta pelanggan atau 97 persen dari total pelanggan PLN.

Sinthya menjelaskan bahwa PLN telah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengantisipasi potensi penurunan pendapatan tersebut. Kondisi keuangan PLN juga berada dalam pengawasan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).