Ketua Umum PBNU Serukan Revitalisasi Konsensus Kebangsaan untuk Hadapi Tantangan Kontemporer
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, menekankan urgensi revitalisasi konsensus kebangsaan agar tetap relevan dalam menghadapi dinamika sosial yang terus berkembang di masyarakat. Menurutnya, nilai-nilai fundamental negara seperti Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memerlukan penjabaran yang lebih operasional guna menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks.
Pernyataan ini disampaikan Gus Yahya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Pentingnya Konsensus Kebangsaan' yang diselenggarakan oleh Forum Kramat di Gedung PBNU, Jakarta Pusat. Dalam forum tersebut, Gus Yahya menyoroti bahwa konsensus mengenai dasar negara, bentuk negara, dan nilai-nilai dasar seperti Bhinneka Tunggal Ika perlu dikontekstualisasikan agar tidak kehilangan relevansinya. Ia mengutip pernyataan Pendeta Jacky Manuputti yang menyebutkan bahwa PBNU memiliki peran penting dalam merumuskan konsensus kebangsaan yang mencakup Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan UUD 1945.
Namun, Gus Yahya menekankan perlunya memberikan rujukan nilai yang lebih jelas terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945 guna menghindari multitafsir. Ia mencontohkan pasal yang mengatur kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, yang menurutnya perlu diperjelas landasan nilainya. Keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan berbagai peraturan perizinan, menurutnya, belum memiliki rujukan nilai yang jelas dan disepakati bersama.
Selain itu, Gus Yahya menyoroti belum optimalnya implementasi undang-undang terkait hak beribadah, yang berpotensi memicu konflik terkait rumah ibadah di berbagai daerah. Ia menekankan pentingnya mencari solusi untuk menjembatani dan mengelola perbedaan-perbedaan yang ada.
Lebih lanjut, Gus Yahya menyinggung pasal ekonomi dalam UUD 1945 yang dinilai belum sepenuhnya merespons perkembangan zaman. Ia mencontohkan dominasi produk digital dan konsumsi mi instan yang meluas di masyarakat sebagai isu-isu yang perlu diakomodasi dalam kerangka ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, Gus Yahya mengusulkan perlunya rumusan operasional terhadap nilai dasar negara dan konsensus etik publik. Ia berpendapat bahwa tanpa rambu etik yang jelas, aturan hukum dapat disiasati dan dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Ia menekankan pentingnya kesepakatan tentang apa yang pantas dan tidak pantas dalam etika publik sebagai landasan bagi penegakan hukum yang adil dan berkeadilan.
Dengan demikian, seruan Gus Yahya untuk merevitalisasi konsensus kebangsaan merupakan upaya untuk memastikan bahwa nilai-nilai luhur bangsa tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. Hal ini membutuhkan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat untuk menjabarkan nilai-nilai tersebut dalam tindakan nyata dan menciptakan tatanan sosial yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Gus Yahya:
- Urgensi revitalisasi konsensus kebangsaan
- Penjabaran nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang lebih operasional
- Rujukan nilai yang jelas terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945
- Optimalisasi implementasi undang-undang terkait hak beribadah
- Respons terhadap perkembangan zaman dalam pasal ekonomi UUD 1945
- Rumusan operasional terhadap nilai dasar negara dan konsensus etik publik