Solidaritas Guru Purbalingga: Tunjangan Profesi untuk Kesejahteraan Bersama

Spirit Gotong Royong Guru di Purbalingga: Tunjangan Profesi untuk Kesejahteraan Kolega

Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, semangat gotong royong di kalangan guru sungguh menginspirasi. Para guru penerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) tak hanya memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap rekan-rekan sejawat, terutama guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) yang seringkali menghadapi keterbatasan finansial.

Kisah-kisah inspiratif ini mencerminkan pemahaman mendalam tentang arti kebersamaan dan tanggung jawab sosial di lingkungan pendidikan. Bagaimana TPG yang seharusnya menjadi stimulus peningkatan kesejahteraan individu, justru menjadi sumber daya untuk memperkuat solidaritas dan mendukung keberlangsungan pendidikan di sekolah.

Berbagi dari Tunjangan: Kisah dari SMP Negeri

Yohana Kristianti, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMP Negeri 1 Purbalingga, menjelaskan bahwa di sekolahnya, TPG menjadi berkah yang disyukuri dengan berbagi. Alih-alih merayakan dengan kegiatan konsumtif, para guru penerima TPG memilih untuk menyisihkan sebagian rezeki mereka bagi para GTT dan PTT yang honornya belum memadai.

"Kami berbagi dengan teman-teman yang belum menerima tunjangan. Terutama untuk teman-teman GTT dan PTT yang memang honornya tidak bisa didapatkan dari dana BOS," ungkap Yohana. Inisiatif ini menjadi oase di tengah keterbatasan, memastikan bahwa para tenaga pendidik yang berdedikasi tetap dapat menjalankan tugasnya dengan lebih tenang.

Rina Eka Yuliyanti, guru SMP Negeri 5 Purbalingga, menambahkan bahwa setiap kali TPG cair, bendahara sekolah akan mengumumkan kabar gembira tersebut. Namun, hal ini terkadang memicu perasaan kurang nyaman bagi mereka yang belum berkesempatan menerima tunjangan. Oleh karena itu, sekolah mengambil langkah proaktif dengan menetapkan kebijakan internal yang inklusif. Setiap guru penerima TPG secara sukarela menyetorkan sebagian dana mereka kepada bendahara sekolah, yang kemudian didistribusikan kepada para GTT dan PTT. Hal ini memastikan bahwa semua anggota keluarga besar sekolah turut merasakan manfaat dari TPG.

Inisiatif dari Sekolah Dasar

Semangat berbagi juga membara di tingkat sekolah dasar. Hastin Widiyanti, Kepala Sekolah SDN 1 Pagerandong, menjelaskan bahwa sekolahnya memiliki program serupa, meskipun dengan pendekatan yang lebih fleksibel. "Kami tidak mewajibkan, tapi semuanya merasa terpanggil untuk ikut membantu," ujarnya. Sumbangan dari para guru penerima TPG digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional sekolah, membantu siswa kurang mampu, dan memberikan insentif kepada staf non-guru. Dengan demikian, manfaat TPG tidak hanya dirasakan oleh penerima langsung, tetapi juga oleh seluruh komunitas sekolah.

Lebih dari Sekadar Materi: Peningkatan Kompetensi dan Dukungan Siswa

Selain membantu sesama, TPG juga dimanfaatkan para guru Purbalingga untuk meningkatkan kualitas diri dan memberikan yang terbaik bagi para siswa. Yohana menggunakan TPG untuk melanjutkan pendidikan S2 dan membeli laptop sebagai media pembelajaran. Sementara itu, Rina, seorang guru PJOK, memanfaatkan TPG untuk melengkapi sarana dan prasarana olahraga yang tidak terkaver oleh dana BOS.

Bahkan, Rina juga menggunakan TPG untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler futsal, yang membutuhkan biaya pendaftaran dan penyewaan lapangan. Dengan dukungan finansial dari TPG, para siswa berkesempatan untuk mengembangkan bakat mereka dan berpartisipasi dalam kompetisi di tingkat daerah.

Kisah-kisah dari Purbalingga ini adalah bukti nyata bahwa TPG bukan hanya sekadar tambahan penghasilan, tetapi juga katalisator perubahan positif. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian, para guru mampu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan suportif, di mana setiap individu merasa dihargai dan didukung untuk meraih potensi terbaiknya.

  • Membantu honor guru honorer (GTT/PTT)
  • Meningkatkan kualitas pendidikan
  • Membeli fasilitas yang dibutuhkan oleh sekolah