Harga Singkong di Tingkat Petani Belum Optimal, Pemerintah Fokus Tingkatkan Kualitas dan Kandungan Tapioka

Pemerintah mengakui bahwa harga singkong di tingkat petani saat ini masih belum sesuai harapan, yaitu di bawah Rp 1.000 per kilogram. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini, salah satunya adalah kualitas singkong yang belum memenuhi standar industri pengolahan.

Sudaryono menekankan pentingnya peningkatan kualitas singkong, terutama kandungan tapioka atau starch. Saat ini, pabrik pengolahan singkong lebih memilih untuk mengimpor karena singkong lokal seringkali tidak memiliki kandungan starch yang cukup. Idealnya, pemerintah menargetkan harga Rp 1.350 per kg untuk singkong dengan kandungan starch 24 persen. Mayoritas singkong dari petani mengalir ke pabrik, sehingga kualitas kandungan starch menjadi sangat krusial.

Permasalahan lain adalah jenis singkong yang ditanam oleh petani. Banyak petani yang masih menanam varietas dengan ukuran umbi besar, namun kandungan starch-nya rendah. Hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan edukasi kepada petani, agar mereka menanam varietas yang tidak hanya besar secara fisik, tetapi juga memiliki kandungan tapioka yang tinggi.

Pemerintah menaruh perhatian khusus pada masalah harga singkong ini. Upaya penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk singkong tengah diupayakan, mengikuti komoditas lain seperti beras dan jagung yang sudah memiliki HPP.

Sebelumnya, harga singkong menjadi sorotan karena berada di bawah Rp 1.000 per kg. Biaya produksi yang terus meningkat, termasuk biaya tanam dan pupuk, membuat petani semakin tertekan. Padahal, pemerintah sebelumnya telah menetapkan harga singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram.

Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Eliza Mardian, menjelaskan bahwa anjloknya harga singkong seringkali disebabkan oleh oversupply saat panen raya. Solusinya adalah dengan mengolah singkong menjadi produk yang memiliki nilai tambah, seperti tepung singkong yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman.

Indonesia sendiri masih menjadi importir tepung tapioka. Pada tahun 2024, Indonesia mengimpor 300 ribu ton tepung tapioka senilai 162 juta dollar AS dari Thailand dan Vietnam. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi tepung tapioka sendiri, mengingat posisinya sebagai salah satu produsen singkong terbesar di dunia.

Berikut point-point penting dalam upaya peningkatan kualitas singkong nasional:

  • Edukasi Petani: Pemerintah perlu mengintensifkan edukasi kepada petani mengenai varietas singkong yang memiliki kandungan tapioka tinggi.
  • Peningkatan Kualitas: Fokus pada peningkatan kualitas singkong, terutama kandungan starch, agar sesuai dengan kebutuhan industri.
  • Pengolahan Singkong: Mendorong pengolahan singkong menjadi produk bernilai tambah, seperti tepung tapioka.
  • Pengaturan Impor: Pemerintah perlu meninjau kebijakan impor tepung tapioka agar memberikan kesempatan bagi petani lokal untuk memasok kebutuhan industri.
  • Penetapan HPP: Pemerintah perlu menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) singkong untuk melindungi petani dari fluktuasi harga yang merugikan.

Dengan langkah-langkah yang komprehensif, diharapkan harga singkong di tingkat petani dapat meningkat dan memberikan kesejahteraan bagi para petani singkong di seluruh Indonesia.