Pendampingan Intensif Bagi Korban Pencabulan di Sumenep: Asesmen Psikologis dan Pemulihan Trauma
Kasus pencabulan yang melibatkan seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Desa Angkatan, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, telah memasuki babak baru. Empat korban yang menjadi sasaran tindakan bejat oknum pengasuh berinisial S, kini mendapatkan pendampingan intensif dari Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Sumenep. Mereka ditempatkan di rumah aman milik Dinsos P3A pada Jumat, 13 Juni 2025, untuk menjalani serangkaian asesmen psikologis.
Proses asesmen ini dilakukan oleh tim khusus dari Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Anak (UPT PA) Dinsos Sumenep. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan meminimalisir dampak trauma yang dialami oleh para korban akibat peristiwa memilukan tersebut. Kepala Dinsos P3A Sumenep, Mustangin, menjelaskan bahwa setiap korban akan menjalani asesmen selama satu hingga dua jam. Langkah ini merupakan bagian integral dari upaya jangka panjang untuk memulihkan kondisi psikologis korban secara menyeluruh, termasuk melalui konseling lanjutan.
Mustangin menambahkan, asesmen ini krusial untuk memahami sejauh mana tingkat trauma yang dialami masing-masing korban. Diharapkan, melalui proses ini, para korban dapat membuka diri dan berbagi pengalaman mereka, sehingga solusi yang tepat dapat ditemukan untuk membantu mereka mengatasi trauma tersebut. Setelah asesmen awal selesai, para korban juga akan mendapatkan sesi konseling lanjutan yang difasilitasi oleh Polda Jawa Timur.
Sementara itu, Dinsos P3A terus berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sumenep serta Polsek Kangean untuk memberikan pendampingan kepada korban lain yang mungkin ada dalam kasus ini. Pendampingan akan dilakukan secara bertahap, mengingat masih ada beberapa korban yang belum dibawa ke Dinsos P3A. Pihak berwenang juga masih melakukan pendalaman untuk mengungkap kemungkinan adanya korban lain yang belum teridentifikasi.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pelaku berinisial S telah berhasil diringkus oleh pihak kepolisian setelah sempat melarikan diri. Penangkapan dilakukan di wilayah hukum Kabupaten Situbondo. Atas perbuatannya, pelaku terancam hukuman berat, bahkan hingga seumur hidup.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang kemudian diubah menjadi UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014. Pasal 81 ayat 1, 2, dan 3, serta Pasal 82 ayat 1 dan 2 dalam undang-undang tersebut secara tegas mengatur sanksi bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, termasuk ancaman pidana penjara hingga seumur hidup. Ancaman pidana seumur hidup ini khususnya berlaku jika pelaku memiliki posisi atau kuasa atas anak, seperti guru atau orang tua, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat 3.