Sindrom Penyintas: Beban Psikologis Korban Selamat Kecelakaan Air India
Sindrom Penyintas: Beban Psikologis Korban Selamat Kecelakaan Air India
Tragedi jatuhnya pesawat Air India di Ahmedabad, India, meninggalkan seorang penumpang bernama Ramesh Vivakushmar sebagai satu-satunya yang selamat. Di tengah reruntuhan dan jasad para korban, Ramesh berhasil bertahan hidup. Namun, keselamatan ini bisa jadi awal dari perjuangan baru menghadapi beban psikologis yang dikenal sebagai sindrom penyintas atau survivor's guilt.
Apa itu Sindrom Penyintas?
Menurut psikolog, sindrom penyintas adalah kondisi di mana seseorang merasa bersalah karena berhasil selamat dari situasi berbahaya yang merenggut nyawa orang lain. Perasaan bersalah ini bisa sangat kuat, membuat seseorang mempertanyakan mengapa dirinya yang selamat, dan bukan orang lain. Emosi yang muncul bisa beragam, mulai dari rasa sedih, trauma, hingga perasaan tidak layak untuk hidup.
Gejala Sindrom Penyintas
Sindrom penyintas dapat memicu berbagai gejala psikologis, termasuk:
- Rasa bersalah berlebihan dan terus-menerus.
- Menarik diri dari lingkungan sosial dan orang-orang terdekat.
- Kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya disukai.
- Sulit menerima kenyataan bahwa dirinya selamat.
- Mengalami kecemasan dan depresi yang berkepanjangan.
- Munculnya pikiran-pikiran negatif tentang diri sendiri, seperti merasa tidak pantas bahagia.
Mengapa Sindrom Penyintas Muncul?
Faktor budaya dan nilai-nilai yang dianut seseorang dapat memengaruhi munculnya sindrom penyintas. Orang yang dibesarkan dengan nilai-nilai kolektif, yang mengutamakan kepentingan orang lain di atas diri sendiri, cenderung lebih rentan mengalami sindrom ini. Mereka mungkin merasa bersalah karena dianggap tidak berkorban atau tidak memikirkan orang lain saat menyelamatkan diri.
Mengatasi Sindrom Penyintas
Meskipun rasa bersalah adalah reaksi emosional yang wajar, penting untuk diingat bahwa selamat bukanlah sebuah kesalahan. Berikut beberapa langkah yang dapat membantu seseorang mengatasi sindrom penyintas:
- Akui dan terima perasaan yang muncul: Jangan mencoba menekan atau menyangkal rasa bersalah. Akui bahwa emosi tersebut valid dan perlu diproses.
- Cari bantuan profesional: Jika perasaan bersalah dan gejala lainnya terasa sangat mengganggu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
- Perkuat koneksi sosial: Berbicara dengan orang yang dipercaya dapat membantu meringankan beban emosional.
- Cari makna baru dalam hidup: Libatkan diri dalam aktivitas yang positif dan bermakna, seperti membantu orang lain atau berkontribusi pada komunitas.
Dukungan dari Orang Terdekat
Peran keluarga, teman, dan orang-orang terdekat sangat penting dalam proses pemulihan sindrom penyintas. Dukungan mereka dapat memberikan rasa aman dan menumbuhkan kembali semangat hidup. Kehadiran orang-orang yang mau mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan dukungan emosional, dan sekadar hadir dapat sangat membantu proses penyembuhan. Bagi para penyintas, terkadang yang paling dibutuhkan bukanlah jawaban, melainkan dukungan untuk terus melangkah maju.