Kuota BBM Bersubsidi untuk Nelayan Jakarta Utara: Penyesuaian Berdasarkan Sistem dan Ukuran Kapal
Pemerintah Kota Jakarta Utara, melalui Suku Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (Sudin KPKP), menerapkan sistem yang terstruktur dalam pendistribusian kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bagi para nelayan. Sistem ini dirancang untuk memastikan penyaluran BBM yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan operasional masing-masing kapal.
Kepala Sudin KPKP Jakarta Utara, Unang Rustanto, menjelaskan bahwa penentuan kuota BBM bersubsidi didasarkan pada data yang diinput ke dalam sistem yang terintegrasi dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Data tersebut mencakup:
- Waktu melaut harian
- Jumlah hari melaut dalam sebulan
- Ukuran kapal (Gross Tonnage/GT)
- Kapasitas mesin kapal (Horse Power/PK)
"Sistem akan secara otomatis menghitung kebutuhan BBM berdasarkan data yang dimasukkan. Misalnya, sebuah kapal dengan GT 5 dan mesin 20 PK yang melaut selama 10 jam sehari dan 25 hari sebulan, sistem akan menghasilkan angka kuota BBM yang dibutuhkan, katakanlah 1.000 liter," jelas Unang.
Nelayan yang terdaftar dalam sistem dapat membeli BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang telah ditunjuk. Pembelian dilakukan menggunakan jeriken, dan umumnya nelayan membeli antara 20 hingga 40 liter solar setiap kali, sesuai dengan kebutuhan operasional mereka. Praktik penimbunan BBM dalam drum tidak diperkenankan.
Untuk mengakses BBM bersubsidi, nelayan diwajibkan memiliki surat rekomendasi (rekom) yang diterbitkan oleh Sudin KPKP Jakarta Utara. Surat rekom ini berfungsi sebagai identifikasi dan verifikasi bahwa nelayan tersebut berhak menerima subsidi. Masa berlaku surat rekom adalah tiga bulan, dan nelayan harus memperbarui surat tersebut secara berkala.
Proses perpanjangan surat rekom menjadi perhatian tersendiri bagi para nelayan. Beberapa nelayan mengeluhkan lamanya proses dan kompleksitas persyaratan yang dibutuhkan. Salah seorang nelayan bernama Roni (30) menyampaikan, "Masa berlaku barcode hanya tiga bulan, dan proses penggantiannya cukup lama setelah habis masa berlakunya."
Sebelumnya, beberapa nelayan di kawasan Marunda sempat mengalami kendala dalam memperoleh BBM bersubsidi karena masa berlaku surat rekomendasi mereka telah habis. Sistem SPBU mengharuskan nelayan memindai barcode pada surat rekom untuk memvalidasi pembelian. Jika barcode sudah kedaluwarsa, sistem akan menolak transaksi meskipun kuota BBM nelayan tersebut masih tersedia.