Perbedaan Pandangan PBNU dan Greenpeace Terkait Aktivitas Pertambangan di Indonesia

Polemik mengenai aktivitas pertambangan kembali mencuat ke permukaan, kali ini melibatkan dua organisasi yang memiliki pengaruh signifikan di Indonesia, yaitu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Greenpeace Indonesia. Perbedaan pendapat ini berpusat pada penilaian terhadap dampak pertambangan, di mana Greenpeace melihatnya sebagai sebuah kejahatan lingkungan dan sosial, sementara PBNU berpendapat bahwa terdapat potensi manfaat di balik aktivitas tersebut.

Gus Ulil Abshar Abdalla dari PBNU, dalam sebuah diskusi publik, menyampaikan pandangannya bahwa tidak semua aktivitas penambangan dapat serta merta dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Ia menekankan perlunya membedakan antara praktik penambangan yang baik dan yang buruk. Menurutnya, penambangan yang dilakukan dengan bertanggung jawab dan memperhatikan aspek lingkungan serta sosial dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan ini didasarkan pada pandangan bahwa sumber daya alam yang dikelola dengan bijak dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, pandangan ini ditentang oleh Iqbal Damanik dari Greenpeace Indonesia. Ia berpendapat bahwa aktivitas pertambangan, pada dasarnya, memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Iqbal mencontohkan kasus-kasus di berbagai daerah di Indonesia, seperti Samarinda dan Raja Ampat, di mana aktivitas pertambangan telah menyebabkan kerusakan lingkungan, pencemaran air, dan konflik sosial. Ia juga menyoroti ironi bahwa masyarakat di sekitar lokasi pertambangan seringkali justru menjadi korban, dengan mengalami kemiskinan, kesulitan mendapatkan air bersih, dan masalah kesehatan.

Iqbal menambahkan, pemberian izin oleh pemerintah terhadap aktivitas pertambangan merupakan bentuk pengakuan terhadap dampak buruk yang mungkin timbul. Izin tersebut, menurutnya, seharusnya menjadi alat kontrol yang ketat untuk memastikan bahwa perusahaan pertambangan mematuhi standar lingkungan dan sosial yang berlaku. Ia juga mengkritik pandangan bahwa eksploitasi sumber daya alam selalu membawa kemaslahatan bagi bangsa, dengan menyebutnya sebagai mentalitas kolonial yang mengorbankan kepentingan masyarakat lokal.

Perbedaan pandangan antara PBNU dan Greenpeace ini mencerminkan kompleksitas permasalahan pertambangan di Indonesia. Di satu sisi, terdapat potensi manfaat ekonomi yang dapat diraih dari pengelolaan sumber daya alam. Namun, di sisi lain, terdapat risiko kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang perlu diantisipasi dan dikelola dengan baik. Pemerintah memiliki peran penting dalam menyeimbangkan kedua kepentingan ini, dengan menerapkan kebijakan yang berkeadilan dan berkelanjutan.