Banjir Besar Kembali Landa Bekasi: Siklus Lima Tahunan atau Kegagalan Manajemen Bencana?
Banjir Besar Kembali Melumpuhkan Kota Bekasi: Upaya Penanggulangan Bencana Dipertanyakan
Kota Bekasi kembali terendam banjir besar pada Selasa, 4 Maret 2025, menenggelamkan sejumlah wilayah dan melumpuhkan aktivitas warga. Kejadian ini menandai peristiwa serupa yang terjadi secara siklis, hampir setiap lima tahun sekali, setelah sebelumnya melanda pada tahun 2016 dan 2020. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, dalam rapat koordinasi virtual bersama Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dan Menko PMK Pratikno, mengungkapkan keprihatinan atas peristiwa tersebut. Ia menyebut banjir kali ini sebagai "rutinitas lima tahunan", sebuah pernyataan yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas langkah-langkah pencegahan dan mitigasi bencana yang telah diterapkan selama ini.
Banjir yang terjadi sejak dini hari tersebut merendam delapan dari 12 kecamatan di Kota Bekasi. Tidak hanya permukiman warga yang terdampak, namun juga kantor-kantor pemerintahan dan jalan-jalan utama mengalami genangan air yang signifikan. Tri Adhianto menjelaskan bahwa limpasan air yang luar biasa dari tanggul yang dibangun Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BWSCC) menjadi penyebab utama. Wilayah yang paling parah terdampak berada di sepanjang aliran Sungai Bekasi, khususnya di antara Kali Cikeas dan Kali Cileungsi, dengan ketinggian air bervariasi, bahkan mencapai 8 meter di beberapa titik. Wali Kota juga menekankan bahwa ketinggian air pada banjir tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan kejadian serupa pada tahun 2016 dan 2020, menunjukkan suatu tren yang mengkhawatirkan.
Pemerintah Kota Bekasi telah mengeluarkan peringatan dini kepada warga pada Senin malam, imbauan untuk melakukan evakuasi mengingat potensi banjir yang tinggi. Namun, dampaknya tetap sangat signifikan. Pernyataan Wali Kota terkait "rutinitas lima tahunan" ini telah memicu beragam reaksi. Banyak pihak menilai bahwa fenomena ini mengindikasikan adanya kelemahan dalam sistem manajemen bencana di Kota Bekasi. Pertanyaan mengenai perlunya evaluasi menyeluruh terhadap infrastruktur pengendalian banjir, sistem peringatan dini, dan strategi mitigasi bencana pun muncul ke permukaan. Adanya kecenderungan banjir yang berulang setiap lima tahun menimbulkan keprihatinan atas kesiapan dan kemampuan pemerintah daerah dalam menghadapi ancaman bencana yang berulang tersebut.
Kejadian ini mendesak dilakukannya investigasi menyeluruh untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan mencari solusi jangka panjang yang komprehensif. Langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan meliputi:
- Peningkatan infrastruktur: Evaluasi dan perbaikan sistem drainase, tanggul, dan infrastruktur penunjang lainnya untuk meningkatkan kapasitas daya tampung air.
- Pengembangan sistem peringatan dini: Perbaikan sistem peringatan dini yang lebih akurat dan efektif, termasuk penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
- Peningkatan partisipasi masyarakat: Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi bencana melalui program pendidikan dan pelatihan.
- Pemantauan dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS): Pengelolaan DAS yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk mencegah banjir dan erosi.
- Kerja sama antar lembaga: Penguatan kerja sama antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penanggulangan bencana.
Kejadian banjir besar di Bekasi ini bukanlah sekadar peristiwa alam semata, melainkan sebuah tantangan yang menuntut respon cepat, terpadu, dan komprehensif dari berbagai pihak untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa mendatang. Menjadikan "rutinitas lima tahunan" sebagai kenyataan yang diterima bukan sebuah pilihan, melainkan harus menjadi titik balik dalam meningkatkan manajemen bencana di Kota Bekasi.