Audit BPKP Ungkap Dugaan Kerugian Negara Rp 578 Miliar dalam Kasus Impor Gula
Sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta menghadirkan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengungkap potensi kerugian negara mencapai Rp 578 miliar.
Kristianto, auditor madya BPKP, memberikan keterangan di hadapan majelis hakim dalam sidang yang menghadirkan terdakwa Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI). Dalam keterangannya, Kristianto menjelaskan bahwa penugasan audit ini berawal dari permintaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung, yang kemudian ditindaklanjuti melalui surat tugas resmi dari BPKP.
"Penugasan kami atas dasar permintaan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung, kemudian ditindaklanjuti dengan surat tugas dari Direktur kami, dengan surat pengantar dari Deputi. Ini surat tugas kami ada 3 Yang Mulia, ini perpanjangan-perpanjangan," kata Kristianto.
Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, kemudian menanyakan secara spesifik mengenai total kerugian negara yang dihitung oleh BPKP. Kristianto menjawab bahwa total kerugian keuangan negara dalam kasus importasi gula ini mencapai Rp 578.105.411.622,4.
Kasus ini menyeret Charles Sitorus sebagai terdakwa atas dugaan memperkaya sembilan perusahaan swasta melalui praktik korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan. Jaksa penuntut umum menduga bahwa perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.
Menurut dakwaan, Charles Sitorus tidak melaksanakan penugasan pembentukan stok gula nasional sesuai dengan harga patokan petani (HPP). Sebaliknya, ia diduga melakukan kesepakatan dengan perusahaan swasta untuk mengatur harga jual gula kristal putih dari produsen gula rafinasi ke PT PPI, termasuk pengaturan harga jual gula dan produsen kepada PT PPI.
Lebih lanjut, jaksa menduga bahwa Charles Sitorus melakukan kerja sama pengadaan gula kristal putih dengan sejumlah perusahaan swasta yang seharusnya tidak berhak mengelola gula kristal mentah impor menjadi gula kristal putih. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya memiliki izin industri untuk mengelola gula mentah menjadi gula kristal rafinasi untuk keperluan industri makanan.
Nama-nama perusahaan swasta yang disebut terlibat dalam kerja sama tersebut adalah Tony Wijaya Ng, Then Surianto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A Tiwow, dan Hans Falita Hutama.
Charles Sitorus juga diduga mengetahui bahwa persetujuan impor yang diterbitkan oleh Tom Lembong kepada sejumlah perusahaan, seperti PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur dan PT Kebun Tebu Mas, tidak didasarkan pada rapat koordinasi antar-kementerian dan tanpa rekomendasi dari Menteri Perindustrian.
Atas perbuatannya tersebut, jaksa meyakini bahwa Charles Sitorus melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 295.150.852.166,70.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 295.150.852.166,70 (miliar) yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.150.411.622,40 (miliar)," kata jaksa.